Rabu, 25 April 2012

Menata Ulang Moralitas

Oleh : Uus Firdaus
          Guru bimbingan dan konseling di SMP Negeri 1 Paseh Kab. Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Jumat 20 April 2012
 

Pendidikan merupakan wahana terbaik dalam menyiapkan sumber daya manusia. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nsional (UUSPN) No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 menyebutkan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Pasal 3 menyebutkan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Jika tujuan ini terwujud, bangsa Indonesia akan memiliki cadangan manusia-manusia yang berkepribadian tangguh, terdidik, bersih dari segala bentuk penyimpangan serta masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas. Sayangnya, praktik-praktik demoralisasi telah mewabah menjangkit dunia pendidikan. Pendidikan moral dan budi pekerti sebatas teori, yang ketika keluar dari pagar sekolah siswa harus menghadapi kehidupan yang kontradiktif.
Selama ini pendidikan nasional hanya terfokus pada persoalan agar siswa mampu lulus dalam Ujian Nasional sehingga yang disorot hanyalah dari hasil kelulusan. Banyak yang bangga jika tingkat kelulusan mencapai 100 persen. Padahal, apa artinya 100 persen apabila hanya akan menambah deretan pengangguran dan bertumpuknya jumlah lulusan yang tak memiliki kemampuan dan keteampilan. Yang paling menakutkan apabila pengangguran ini tidak memiliki moralitas yang baik.
Banyak yang mengatakan, fenomena lahirnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) berawal dari dunia pendidikan. Ditandai dengan gejala tereduksinya moralitas dan nurani sebagian alangan akademisi dengan bukti empirik masih tingginya angka kebocoran anggaran keuangan, kolusi saat menerima siswa baru, pengatrolan nilai oleh guru, menjamurnya budaya menyontek, korupsi waktu mengajar, dan berbagai perilaku lain.
Di sisi lain, penanaman moral dan pencapaian tujuan pendidikan nasional untuk mampu mencetak generasi yang bukan hanya cerdas secara intelektual, melainkan juga cerdas secara emosional dan spiritual, terlupakan.
Pendidikan karakter dan akhlak yang baik selama ini kurang mendapat penekanan dalam sistem pendidikan. Pelajaran agama atau budi oekerti pun selama ini dianggap tidak berhasil. Karena pengajarannya hanya sebatas teori, tanpa adanya refleksi dari nilai-nilai pendidikan. Akibatnya, anak tumbuh menjadi manusia yang tidak memiliki karakter, bahkan dinilai lebih buruk lagi menjadi generasi yang tidak bermoral.
Apabila ingin menyelamatkan bangsadan negara dari malapetaka, pendidikan harus ditempatkan pada jalur yang sesuaidengan amanat UU. Berbagai tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain serta karakter mulia lainnya perlu terus-menerus dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini