Rabu, 25 April 2012

Mengenal Jenis-jenis Plagiarisme

Oleh : Taufik Mulyadin
           Guru di Pontren Modern Assurur, Pameungpeuk Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 10 Maret 2012

 
Isu plagiarisme sedang menyita perhatian publik. Terlebih setelah pemberitaan yang menimpa salah satu PTN sering muncul ke media. Berita itu ditanggapi beragam oleh masyarakat. Respon masyarakat yang sebagian besar berupa kritik wajar terjadi. Sebabnya, dalam dunia akademik. Akan tetapi, sikap objektif dan kritis harus tetap dikedepankan.
Plagiarisme selalu dipersepsikan sebagai penjiplakan yang fatal. Paling tidak, sebagian besar masyarakat kita berkeyakinan seperti itu. Dengan demikian, sang pelaku harus diberi sanksi yang tegas dan berat. Misalnya penurunan pangkat, pencabutan gelar, bahkan pemecatan. Keyakinan itu tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar.
Definisi plagiarisme telah banyak dikemukakan para ahli. Nevile (2010) dalam The Complete Guide Referencing and Voiding Plagiarism mendefinisikan plagiarisme sebagai tindakan mengambil ide atau tulisan orang lain tanpa menyebutkan rujukan dan diklaim sebagai miliknya. Oleh karena itu, penulisan kutipan dan sumber menjadi indikator utama untuk menentukan seseorang melakukan plagiat atau tidak.
Pada praktiknya, plagiarisme dibedakan menjadi beberapa kategori. Sastroasmoro (2007) mengategorikan berdasarkan, pertama, aspek yang dijjiplak. Plagiarisme jenis ini dibagi empat kategori, plagiarisme ide, isi, tulisan, dan plagiarisme total. Dari keempat kategori ini, kategori terakhirlah yang dianggap paling berat.
Kedua, berdasarkan proporsi yang dijiplak. Plagiarisme jenis ini dibedakandalam tiga kategori, plagiarisme ringan (,30 persen), sedang (30 persen-70persen), dan berat (.70 persen). Ada anggapan, jumlah kutipan menjadi penentu baik tidaknya suatu karya ilmiah. Semakin banyak kutipan, semakin baik. Padahal, jika jumllahnya tidak wajar bisa dianggap plagiat. Idealnya, proporsi ide atau gagasan penulis harus lebih dominant.
Ketiga, berdasarkan pola plagiarisme. Plagiarisme jenis ini dibedakan menjadi dua kategori, yaitu plagiarisme kata demi kata (word for word) dan plagiarisme mozaik (menggabungkan ide orisinil dengan ide orang lain). Yang paling sering dilakukan dengan menyelipkan atau menggabungkan tulisan orang lain menjadi tulisan yang baru. Penulis pun tidak menyebutkan sumbernya sehingga seolah-olah tulisan itu miliknya.
Keempat, berdasarkan kesengajaan. Plagiarisme jenis ini diklasifikasikan menjadi dua kategori, yaitu plagiarisme yang disengaja dan yang tidak disengaja. Kategori kedua kerap terjadi dan menyebabkan seseorang dianggap plagiat. Misalnya, penulis lupa menuliskan sumber pada daftar pustaka. Padahal, di bagian isi, pengutipannya sudah benar. Walaupun terkesan remeh. Kelalaian ini bisa berakibat fatal. Hal ini pula yang terjadi pada salah satu dosen yang saat ini santer diberitakan karena diindikasikan melakukan plagiat (“PR”, 8/3/2012).
Kategorisasi ini menegaskan bahwa setiap kasus plagiarisme tidak bisa disakompetdaunkeun. Tentu saja, sanksinya pun akan berbeda tergantung dari kategori plagiarisme yang dilakukan. Dalam prinsip keadilan, tidak benar jika pelanggaran ringan dan pelanggaran berat diberi sanksi yang sama. Apalagi, jika pelanggaran itu lebih karena faktor kelalaian bukan kesengajaan. Perlakuannya pun akan jauh berbeda. Diharapkan melalui pemahaman ini, kita bisa lebih objektif dan kritis dalam menyikapi setiap kasus plagiarisme.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini