Kamis, 14 Juni 2012

Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI)

Oleh : Susri Inarti
          Guru Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
          SMA Negeri 1 Cisarua, Kabupaten Bandung Barat



            Standar kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik pada pendidikan formal, diatur dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 tahun 2007 tanggal 4 Mei 2007 mengenai kualifikasi akademik pendidik pada satuan pendidikan Anak Usia Dini/Taman Kanak-kanak/Raudatul Atfal (PAUD/TK/RA), pendidik sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI), pendidik sekolah menengah pertama/madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), pendidik sekolah menengah atas/madrasah aliyah (SMA/MA), pendidik sekolah dasar luar biasa/sekolah menengah luar biasa/sekolah menengah atas luar biasa (SDLB/SMPLB/SMALB), serta pendidik sekolah menengah kejuruan/madrasah aliyah kejuruan (SMK/MAK). Pada lampiran itu termaktub ihwal kompetensi pedagogik untuk setiap guru  mata pelajaran. Sebagai pendidik, kita harus mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik. Di samping itu, pendidik diharapkan mampu berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan/permainan yang mendidik yang terbangun secara siklikal. Artinya bahwa setiap pendidik harus mampu membedakan bahasa yang digunakan di rumah sebagai ragam bahasa santai, dengan ragam bahasa yang digunakan di sekolah.
Pada tulisan itu, tercatat pula tentang penggunaan bahasa Indonesia yang efektif, empatik, dan santun untuk digunakan dalam kegiatan berkomunikasi secara santun dengan sesama tenaga pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan masyarakat. Berkomunikasi dengan teman sejawat dan komunitas ilmiah lainnya juga harus secara santun, empatik dan efektif. Berkomunikasi dengan orang tua peserta didik dan masyarakat pun harus secara santun, empatik, dan efektif. Berkomunikasi dengan teman sejawat, profesi ilmiah, dan komunitas ilmiah lainnya dapat melalui berbagai media dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran.
Secara khusus kompetensi pendidik mata pelajaran Bahasa Indonesia pada SMP/MTs, SMA/MA, SMK/MAK adalah sebagai berikut. (1) Memahami konsep, teori, dan materi berbagai aliran linguistik yang terkait dengan pengembangan materi pembelajaran bahasa. (2) Memahami hakikat bahasa dan pemerolehan bahasa. (3) Memahami kedudukan, fungsi, dan ragam bahasa Indonesia. (4) Menguasai kaidah bahasa Indonesia sebagai rujukan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar. (5) Memahami teori dan genre sastra Indonesia. (6) Mengapresiasi karya sastra secara reseptif dan produktif.
Dari paparan di atas, kita dapat melihat bahwa aspek yang paling penting dalam proses kreatif manusia adalah berbahasa. Dengan demikian, perlu diadakannya sebuah pengujian untuk mengetahui standar kemampuan berbahasa Indonesia para pendidik agar  mengomunikasikan materi ajarnya dengan optimal. Tidak salah pula apabila siswa mengikuti UKBI. Terlebih siswa kelas XII yang akan mengikuti ujian nasional (UN) dan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN).
Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI) adalah instrumen pengujian kemahiran berbahasa Indonesia yang dikembangkan oleh Pusat Bahasa. Dengan instrumen ini setiap orang atau instansi dapat memperoleh informasi yang akurat tentang profil kemahiran berbahasa Indonesianya. UKBI telah menjadi standar pengukuran yang berstandar nasional, sesuai dengan kepuusan Mendiknas Republik Indonesia Nomor 152/U/2003. UKBI dikembangkan berdasarkan teori penyusunan tes modern dan telah diujicobakan kepada berbagai lapisan masyarakat dari berbagai jenjang pendidikan, termasuk sejumlah penutur asing. Hasilnya menunjukkan bahwa skor UKBI secara keseluruhan mempunyai korelasi yang tinggi, baik dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaan maupun dengan kenyataan kemampuan berbahasa Indonesia seseorang. UKBI terbuka bagi setiap orang, baik warga negara Indonesia maupun warga negara asing, yang ingin mengetahui peringkat kemahirannya berkomunikasi dalam bahasa Indonesia. Semoga ada manfaatnya.

Kamis, 07 Juni 2012

Menyikapi Hasil UN

Oleh : Septiardi Prasetyo
           Guru MI At-Taufiq di Yayasan Pendidikan Al-Hikmah


Tanggal 24 Mei peserta didik SMA/MA/SMK mulai menerima hasil Ujian Nasional (UN)-nya. Saya ucapkan selamat kepada kalian dan senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas pencapaian yang diperoleh. Bagi yang belum menerima hasil UN-nya, saya berpesan untuk tidak bosan berdoa supaya memperoleh ketenangan dan hasil terbaik.
Setiap sekolah memiliki cara tersendiri dalam mengumumkan hasil UN peserta didiknya. Ada yang mengirimkannya ke rumah via pos. Ada pula pula yang mengumpulkan peserta didiknya di sekolah. Kemudian membagikan hasil UN berdasarkan skenario yang disusun sedemikian rupa oleh para guru untuk memberi kesan tak terlupakan bagi peserta didiknya. Misal guru berpura-pura mengumumkan nama-nama peserta didik yang tidak lulus. Tapi kenyataannya semua peserta didiknya lulus.
Namun cara yang lain adalah mengundang para orangtua ke sekolah. Selain mencegah aksi coret-coret seragam sekolah dan konvoi kendaraan bermotor juga untuk memberikan penjelasan perihal kelanjutan pendidikan anak-anaknya. Seperti strategi pemilihan Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS) yang paralel dengan minat dan bakat siswa.
Pada acara tersebut pihak sekolah dapat menjelaskan secara langsung kepada orang tua tentang ujian program paket bagi peserta didik yang tidak lulus dan tidak mau mengulang setahun lagi. Walaupun sebagian masyarakat masih memandang remeh dengan ujian paket namun saat ini ijasah ujian paket tidak berbeda dengan ijasah di sekolah pada umumnya.
Berdasarkan lampiran POS UN SMA/MA/SMK, SMP/MA/SMK peserta didik dinyatakan lulun UN bila nilai rata-rata paling rendah 5,5 dan nilai setiap mata pelajaran paling rendah 4,0. Melalui formula ini diharapkan pemerintah dapat memetakan tingkat kemampuan siswa pada mata pelajaran yang di UN-kan, kualitas guru, pengadaan sarana pendidikan di sekolah dan sebagainya. UN bisa digunakan untuk memetakan pendidikan Indonesia sehingga kelulusan tidak perlu dipaksakan tercapai 100 persen. Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Mohammad Nuh bahwa semua pihak hendaknya tidak memaksakan memperoleh hasil Ujian Nasional (UN) lulus 100 persen.
Namun sayangnya fungsi UN untuk memetakan kondisi pendidikan Indonesia tidak berjalan sejak pertama kali diberlakukan tahun 2004. Pakar pendidikan dari Institut Teknologi Bandung, Iwan Pranoto mengatakan Delapan tahun UN dilaksanakan, namun sampai sekarang masyarakat tidak tahu kekuatan utama siswa di Indonesia, apakah di statistik, aljabar, geometri, atau pelajaran lainnya. Seharusnya jika tujuan UN benar adalah untuk pemetaan, maka masyarakat tahu hal ini. Beliau melanjutkan tidak pernah menemukan adanya laporan hasil pemetaan pendidikan dari Kementerian Pendidikan atas hasil UN.
Belum ditindaklanjutinya hasil UN oleh pemerintah memicu protes dari sebagian pihak yang menilainya sebagai ketidakseriusan dalam peningkatan mutu pendidikan dan pemborosan anggaran. Bila pemerintah tidak segera menyikapi hasil UN ini maka akan menambah daftar keraguaan masyarakat akan kredibilitas pelaksanaan dan hasil UN itu sendiri.
Selain untuk memetakan kondisi pendidikan Indonesia, pemerintah berencana mengintegrasikan UN sebagai syarat Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Bila rencana ini terlaksana maka akan menghemat anggaran yang cukup besar. Namun indikasi praktek kecurangan saat penyelenggaraan dan pengkatrolan hasil UN memperbesar keraguan kredibilitas UN. Menurut Raihan Iskandar, anggota Komisi X DPR, “Selama masih terjadi berbagai kecurangan dalam penyelenggaraan UN, kredibilitas hasil dari UN patut dipertanyakan dan belum layak dijadikan tiket masuk ke PTN.”
Selain itu, perbedaan sistem penilaian UN dengan SNMPTN menjadi kendala pengintegrasian keduanya. Menurut Wakil Rektor I Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Nurfina Aznam,"Sistem penilaian ujian nasional dengan ujian masuk perguruan tinggi negeri masih tidak sebanding. Ukuran kemampuan yang dinilai di kedua ujian tersebut berbeda." Bahkan untuk untuk calon mahasiswa yang mengikuti jalur undangan selain nilai UN, nilai rapor dan prestasi peserta didik menjadi salah satu syarat penilaian. Sehingga rencana untuk mengintegrasikan UN dengan SNMPTN sebagai satu-satunya syarat memasuki PTN mengabaikan penilaian objektif peserta didik selama tiga tahun dan prestasi yang dimilikinya.
Menyikapi hasil UN sebagai penentu “hidup dan matinya” peserta didik merupakan bentuk kedzoliman terhadap jerih payah belajar mereka selama tiga tahun. Dan akan lebih dzolim lagi bila hasil UN para peserta didik di seluruh Indonesia disia-siakan begitu saja. Tidak dijadikan bahan evaluasi dan kajian yang komprehensif yang memberikan gambaran tentang kelemahan dan kekurangan pendidikan di Indonesia. Rahim bagi lahirnya kebijakan-kebijakan strategis dan tepat sasaran. Sehingga jangan heran bila Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia menurut United Nations Deveopment Program turun peringkat. Dari peringkat 108 pada tahun 2010 turun ke peringkat 124 pada tahun 2011. Menurut mereka bobot terbesar penurunan ini terjadi pada dunia pendidikan.

Sabtu, 02 Juni 2012

Ujian Pendidikan Karakter


Oleh : Septiardi Prasetyo
          Guru di Madrasah Ibtidaiyah At-Taufiq, Kota Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
          Koran Tribun Jabar, Selasa Mei 2012
Dua minggu ke depan, kesaktian pendidikan karakter akan diuji. Karena pada tanggal 3 Juni 2012, diva pop dunia Lady Gaga direncanakan menggelar tur konser dunia bertajuk The Born This Way Ball Tour 2012 di Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Rencana konser artis asal Amerika bernama asli Stefani Joanne Angelina Germanotta ini ternyata telah menuai sejumlah penolakan dari berbagai unsur masyarakat. Mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Organisasi Masyarakat (Ormas) seperti Front Pembela Islam (FPI), Partai Politik (Parpol) seperti Partai Persatuan Pembangunan, hingga Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf ikut menolak. Hal ini mendorong Polda Metro Jaya untuk tidak memberikan ijin konser tersebut.
Bagi sebagian Anak Baru Gede (ABG),  lagu-lagu dari artis berciri khas pakaian provokatif dan ekstravagan ini mungkin sudah tidak asing lagi. Namun sayangnya sedikit dari mereka tidak menyadari nilai-nilai negatif dalam cara berpenampilan dan di setiap lantunan bait-bait lagunya. Hal ini terlihat dari larisnya 40.000 lembar tiket konser hanya dalam hitungan satu hingga dua hari saja.
Penolakan terhadap konser Lady Gaga tidak terjadi di Indonesia saja. Negara sekuler seperti Korea Selatan dan Negara komunis seperti Republik Rakyat China (RRC) pun menunjukkan sikap yang sama. Bahkan untuk memproteksi generasi muda dari nilai-nilai yang tidak selaras dengan budaya bangsa mereka, pemerintah China melarang keras peredaran musik dan penayangan video Lady Gaga di situs youtube.
Fenomena penolakan konser musik Lady Gaga oleh beberapa Negara tentu bukan tanpa sebab. Banyak pihak merasa khawatir dengan muatan-muatan negatif yang terkandung di penampilan dan karya-karyanya. Bahkan ada yang terang-terangan menolaknya karena karya Lady Gaga dinilai telah menghina dan merendahkan keyakinan sebuah agama. Berikut beberapa alasan mengapa konser Lady Gaga memperoleh penolakan dari banyak pihak.
Pertama, penistaan kepada agama. Sebelum saya menjelaskan lebih lanjut, saya kutipkan untuk anda bait pertama dari salah satu single-nya yang berjudul Judas untuk direnungkan bersama. I’m in love with Judas, Judas. When he comes to me, I am ready. I’ll wash his feet with my hair if he needs. Forgive him when his tongue lies through his brain. Even after three times, he betrays me.
Dari bait pertama lagu Judas di atas, kita bisa melihat gambaran sosok Judas yang diperlakukan layaknya manusia mulia dan agung. Bahkan para audiens seolah-olah diperintahkan untuk membasuh kaki Judas dengan rambut-rambut mereka. Bait lagu ini paradok dengan keyakinan umat Kristen Katolik dan Protestan di dunia yang menganggap Judas sebagai manusia hina. Karena telah melakukan dosa besar dengan mengkhianati Jesus demi tiga puluh keping uang perak. Hal inilah yang memicu penolakan konser Lady Gaga oleh kelompok Kristen konservatif di Korea Selatan.
Kedua, pornografi. Dalam video klipnya, ia kerap berpenampilan separuh telanjang hingga hampir telanjang! Disertai gerakan-gerakan erotis yang melambangkan kegiatan seks bebas. Tidak sebatas penampilan di atas panggung saja, kontroversi cara berpakaiannya pun terjadi di luar panggung. Saya ambil satu contoh ketika ia menghadiri acara promosi album terbarunya Born This Way di Meksiko beberapa waktu yang lalu. Di mana ia memakai gaun tipis tembus pandang berwarna biru yang membuatnya nyaris terlihat telanjang. Tidak hanya itu pose-pose vulgarnya pun sempat menghiasi cover majalah Rolling Stones  dan masih banyak contoh yang lainnya.
Ketiga, praktek pemujaan setan. Lady Gaga kerap menyebut dirinya Mother Monster. Di album kedua The Fame Monster lagu-lagunya mengusung tema monster, vampir, dan kematian. Pada album berikutnya, Born This Way, sebagian pengamat menilainya seperti ingin mendirikan sekte kepercayaan tersendiri yang mengarah ke pemujaan setan. Begitupun dalam dekorasi panggung, aksi pentas dan video-videonya sering menampilkan simbol-simbol satanic dan illuminati. Seperti simbol salib terbalik yang melambangkan penentangan dan penghinaan kepada keimanan Kristiani. Simbol Baphomet atau kepala domba bertanduk sangat panjang yang melambangkan setan yang paling berkuasa di dunia penyembahan setan. Simbol pentagram yang melambangkan ilmu sihir. Simbol mata satu yang melambangkan illuminati dan kesetiaan.
Selain simbol-simbol setan, tari-tarian dan lirik lagu Lady Gaga diyakini mengandung unsur-unsur pemujaan kepada Lucifer, Baphomet dan Dewa Matahari (Ra). Sebagai gambaran saya kutipkan bait pertama dari single-nya berjudul Alejandro. I know that we are young. And I know you may love me. But I just can’t be with you like this anymore. Alejandro. Mungkin anda bertanya-tanya, siapakah Alejandro? Kalau membaca lirik atau mendengar lagu tanpa menonton video klipnya kita tidak dapat mengungkap siapa Alejandro. Dalam videonya, Alejandro dimaksudkan kepada tuhan. Lirik lagu ini merupakan pernyataan terbuka pengingkaran kepada tuhan dan penyerahan dirinya kepada setan.
Selain ketiga uraian di atas, masih banyak kontroversi yang mengundang reaksi kecaman dan penolakan publik. Seperti dukungannya kepada hubungan sesama jenis seperti dalam single-nya berjudul Born This Way. Gaya berbusana yang aneh seperti menggunakan pakaian yang terbuat dari daging mentah. Karir masa lalunya sebagai penari Burlesque dan yang lainnya. Sepertinya hal-hal konstroversial merupakan daya tarik terbesar Lady Gaga untuk mendongkrak popularitasnya di industri musik dunia.

Pendidikan Karakter
Peradaban nenek moyang kita sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan sopan-santun yang tercermin dalam warisan kebudayaan dan adat-istiadat tradisional. Pendidikan karakter yang tengah digagas saat ini merupakan upaya dunia pendidikan kita untuk mengembalikan dan memperkuat jati diri bangsa yang terasa kian memudar tergerus arus globalisasi dan liberalisasi membabi buta.
Menyikapi fenomena aktual Lady Gaga yang tengah menjadi trend topic pembicaraan di masyarakat. Muncul pertanyaan, siapakah yang bertanggung jawab pada pendidikan karakter bangsa? Tidak mungkin tanggung jawab ini dipikul sendirian oleh para guru di sekolah saja. Karena fungsi dan peran guru sebatas pendidikan di sekolah. Ketika pulang ke rumah maka tanggung jawab berpindah kepada orang tua. Namun orang tua pun memiliki keterbatasan dalam membendung pengaruh negatif dari arus globalisasi saat ini. Di sinilah peran pemerintah sebagai pembela di garis terdepan dalam menfilter nilai-nilai negatif dari luar yang berpotensi merusak karakter generasi muda.
Sampai saat ini saya belum mendengar Kemendiknas menyuarakan sikapnya. Begitupun dengan pihak Istana. Sebagai seorang guru, saya prihatin sekaligus geram dengan perkembangan saat ini. Hanya karena seorang bernama Lady Gaga, pendidikan karakter bangsa dipertaruhkan. Seolah-olah para promotor konser tidak memiliki rasa belas kasih kepada para generasi muda yang pikiran dan hatinya begitu polos, putih, murni yang belum ternoda hitamnya hawa nafsu setan. Demi mengeruk keuntungan dari selembar tiket konser.