Oleh : Rina
Rahmawati
Guru SMK Al-Falah, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di koran
PR
Rubrik Forum Guru, Sabtu 15 Desember
2012
Lembar Kerja
Siswa (LKS) sering kali menjadi polemik di dunia pendidikan, mulai dari harga
jualnya sampai muatan materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang
harus dimiliki siswa.
Sebenarnya buku
LKS sangat dibutuhkan baik oleh guru maupun siswa. Buku ini sangat menunjang
dalam proses pembelajaran di kelas. Selain dapat dijadikan panduan, LKS juga
dapat dijadikan sumber belajar siswa, melatih kemampuan dalam bentuk soal-soal.
Adanya buku LKS
sangat praktis untuk mengevaluasi hasil belajar siswa secara kognitif. Guru
yang tidak menggunakan LKS biasanya memberikan latihan soal-soal dengan
memperbanyak atau mengkopinya. Ada
juga guru yang mengharuskan siswanya untuk menulis soal. Hal ini tentu akan
memakan waktu lama sehingga akan memperlambat pembelajaran selanjutnya.
Kontroversi yang
terjadi disebabkan karena pembuat buku LKS bukanlah guru yang bersangkutan
sehingga banyak yang menyimpang dari muatan materi. Misalnya, dalam buku LKS
jasmani yang berbau pornografi. Selanjutnya, guru ingin mencari keuntungan
dengan mengandalkan penerbit. Hal ini berdampak pada harga jual yang terbilang
mahal bagi orang tua siswa. Berbagai hal itulah yang menyebabkan dampak negatif
pada guru sehingga dianggap “pemalas”.
Ada beberapa
faktor yang membuat guru enggan membuat buku LKS, diantaranya beban guru dari
segi administrasi.setiap tahun ajaran baru, guru dituntut untuk dapat
menyelesaikan berbagai administrasi yang begitu kompleks, mulai dari silabus,
program tahunan, program semester, bahan pengajaran, media pembelajaran, alat
evaluasi, dan sebagainya. Administrasi tersebut setiap tahun harus berubah.
Apalagi jika kurikulum berubah, tentu akan menjadi beban bagi guru.
Faktor lain,
beban mengajar minimal 24 jam. Kegiatan tatap muka terdiri atas kegiatan
penyampaian materi pelajaran, membimbing dan melatih peserta didik terkait dengan
materi pelajaran, serta menilai hasil belajar yang terintegrasi dengan
pembelajaran dalam kegiatan tatap muka. Tugas guru yang sedemikian banyaknya
dalam satu minggu, berhadapan dengan siswa yang dilakukan berulang-ulang dengan
karakter berbeda-beda di setiap kelas, akan membuat guru kelelahan secara
fisik.
Dalam proses pembelajaran,
guru tidak hanya sebagai fasilitator,supervisor, dan motivator, tetapi juga
melakukan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi bisa dilakukan ketika pembelajaran
berlangsung dan di akhir pembelajaran. Kegiatan guru tidak hanya di dalam
kelas. Tugas guru selanjutnya adalah memeriksa hasil belajar siswa berupa
ulangan harian yang harus dinilai, direkap, kemudian dianalisis.
Sebaiknya
Kemendikbud mempertimbangkan berbagai hal tadi. Harapannya, pertama, buku LKS
tidak dihilangkan tetapi guru dituntut membuat buku LKS sendiri karena gurulah
yang tahu kemampuan siswanya. Kedua, pembuatan buku LS dijadikan kewajiban oleh
setiap guru untuk menambah angka kredit, tidak hanya berupa pembuatan makalah,
modul, dan sebagainya. Ketiga, administrasi guru supaya lebih disederhanakan
sehingga tidak menjadi beban setiap tahun ajaran baru.
Keempat, adakan pembinaan yang
berkesinambungansehingga guru tidak ketinggalan informasi yang inovatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini