Guru MI Asih Putera Cimahi
Artikel ini pernah dimuat di rubrik forum guru
Pikiran Rakyat Rabu 3Okteber 2012
Setelah berencana menambah jam belajar di sekolah,
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal merampingkan jumlah
mata pelajaran sekolah dasar, mulai taahun ajaran 2014-2015 menjadi empat
pelajaran, yaitu agama, bahasa Indonesia, pendidikan kewarganegaraan (PKn), dan
matematika.
Rencana kebijakan Kemendikbd ini sudah menuai protes
dari berbagai kalangan, bahkan guru-guru SD di kota Solo menolak penghapusan pelajaran IPA
dan IPS.
Kalau dilihat dari
efektivitas dan perampingan materi esensial dari setiap standar
kompetensi dan kompetensi dasar agar sekolah dasar tidak padat materi,
pengintegrasian beberapa mata pelajaran bisa menjadi solusi. Akan tetapi, kalau
perampingan mata pelajaran dengan mengorbankan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), akan merugikan beberapa kerangka
ilmiah dasar yang seharusnya diterima anak-anak sejak SD. Pasalnya, mata
pelajaran IPA dan IPS merupakan dasar penerapan pemikiran ilmiah pada siswa.
Menurut hemat penulis, pelajaran IPA dan IPS terlalu
berat materinya kalau dipaksakan diintegrasikan dengan mata pelaaran matematika
dan PKn. Dalam praktik di lapangan, bisajadi materi kedua pelaaran ini hanya
menjadi subordinasi mata pelajaran induknya.
Penulis mengusulkan agar mata pelajaran IPA dan IPS
tetap ada dan dijadikan subjek atau induk terhadap pelajaran lain dalam
mengintegrasian materi bahan ajar. Hanya ,uatan standar kompetensi, kompetensi
dasar, dan indikatornya yang dikurangi.
Artinya, hanya materi-materi esensial yang diajarkan
sehingga tidak memberatkan anak disik. Sebagai contoh, materi pelajaran IPS
bobotnya sangat berat dan luas untuk standar SD. Bahkan, menurut pengalaman
penulis, banyak materi pelajaran IPS dan PKn di SD terlalu berat untuk
diajarkan. Misalnya, globalisasi, sistem pemerintahan, serta peran dan fungsi
lembaga-lembaga Negara.
Daripada menghapus pelajaran IPA dan IPS, Kemendikbud
lebih baik memilih dan memilah beberapa materi pelajaran yang tumpang tindih
dalam kurikulum. Contohnya, IPS dan PKn sama-sama membahas globalisasi,
lembaga-lembaga Negara, perumusan Pancasila, dan Pemilu. Padahal materi-materi
itu bisa disampaikan dalam satu pelajaran IPS atau PKn saja. bengan denikian,
anak-anak tidak dua kali menghadapi materi yang sama sehingga membosankan.
Kemudian, Kemendikbud juga harus benar-benar tepat dalam
membagi materi pelajaran dalam proses pengintegrasian bahan aja. Dengan
demikian, tidak menimbulkan overlapping
dan kejomplangan materi antarpelajaran. Di samping itu, Kemendikbud pun perlu
melakukan kajian ilmiah dan telaah riil di lapangan terhadap kebutuhan
kurikulum pendidikan Indonesia
sekarang agar kebijakan yang diterapkan benar-benar sesuai dengan bdaya dan
karakter bangsa Indonesia.
Jangan sampai, alih-alih ingin memperbaiki kualitas
pendidikan dan mencerdaskan bangsa, justru malah membuat kualitas pendidikan
tambah parah. Wallahu’alam bisawab.
Kumpulan artikel ini sangat membantu referensi saya, sekaligus mengarsipkan tulisan-tulisan yang pernah dimuat di koran. Termasuk tulisan saya,"Perampingan Mata Pelajaran, Tepatkah?"
BalasHapusTerima kasih
BalasHapus