Oleh : Septiardi Prasetyo
Guru di Madrasah Ibtidaiyah At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa Mei 2012
Dua
minggu ke depan, kesaktian pendidikan karakter akan diuji. Karena pada tanggal
3 Juni 2012, diva pop dunia Lady Gaga direncanakan menggelar tur konser dunia bertajuk
The Born This Way Ball Tour 2012 di
Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta. Rencana konser artis asal Amerika bernama
asli Stefani Joanne Angelina Germanotta
ini ternyata telah menuai sejumlah penolakan dari berbagai unsur masyarakat.
Mulai dari Majelis Ulama Indonesia (MUI), Organisasi Masyarakat (Ormas) seperti
Front Pembela Islam (FPI), Partai Politik (Parpol) seperti Partai Persatuan
Pembangunan, hingga Wakil Gubernur Jabar Dede Yusuf ikut menolak. Hal ini mendorong
Polda Metro Jaya untuk tidak memberikan ijin konser tersebut.
Bagi sebagian Anak Baru Gede (ABG), lagu-lagu dari artis berciri khas pakaian
provokatif dan ekstravagan ini mungkin sudah tidak asing lagi. Namun sayangnya sedikit
dari mereka tidak menyadari nilai-nilai negatif dalam cara berpenampilan dan di
setiap lantunan bait-bait lagunya. Hal ini terlihat dari larisnya 40.000 lembar
tiket konser hanya dalam hitungan satu hingga dua hari saja.
Penolakan terhadap konser Lady Gaga tidak
terjadi di Indonesia saja. Negara sekuler seperti Korea Selatan
dan Negara komunis seperti Republik Rakyat China (RRC) pun menunjukkan sikap
yang sama. Bahkan untuk memproteksi generasi muda dari nilai-nilai yang tidak
selaras dengan budaya bangsa mereka, pemerintah China melarang keras peredaran musik dan
penayangan video Lady Gaga di situs youtube.
Fenomena penolakan konser musik Lady Gaga
oleh beberapa Negara tentu bukan tanpa sebab. Banyak pihak merasa khawatir
dengan muatan-muatan negatif yang terkandung di penampilan dan karya-karyanya.
Bahkan ada yang terang-terangan menolaknya karena karya Lady Gaga dinilai telah
menghina dan merendahkan keyakinan sebuah agama. Berikut beberapa alasan mengapa
konser Lady Gaga memperoleh penolakan dari banyak pihak.
Pertama, penistaan kepada agama. Sebelum saya
menjelaskan lebih lanjut, saya kutipkan untuk anda bait pertama dari salah satu
single-nya yang berjudul Judas untuk direnungkan bersama. I’m in love with Judas, Judas. When he comes
to me, I am ready. I’ll wash his feet with my hair if he needs. Forgive him
when his tongue lies through his brain. Even after three times, he betrays me.
Dari bait pertama lagu Judas di atas, kita bisa melihat gambaran sosok Judas yang diperlakukan layaknya manusia
mulia dan agung. Bahkan para audiens
seolah-olah diperintahkan untuk membasuh kaki Judas dengan rambut-rambut mereka. Bait lagu ini paradok dengan
keyakinan umat Kristen Katolik dan Protestan di dunia yang menganggap Judas sebagai manusia hina. Karena telah
melakukan dosa besar dengan mengkhianati Jesus
demi tiga puluh keping uang perak. Hal inilah yang memicu penolakan konser
Lady Gaga oleh kelompok Kristen konservatif di Korea Selatan.
Kedua, pornografi. Dalam video klipnya, ia
kerap berpenampilan separuh telanjang hingga hampir telanjang! Disertai gerakan-gerakan
erotis yang melambangkan kegiatan seks bebas. Tidak sebatas penampilan di
atas panggung saja, kontroversi cara berpakaiannya pun terjadi di luar
panggung. Saya ambil satu contoh ketika ia menghadiri acara promosi album
terbarunya Born This Way di Meksiko
beberapa waktu yang lalu. Di mana ia
memakai gaun tipis tembus pandang berwarna biru yang membuatnya nyaris terlihat
telanjang. Tidak hanya itu pose-pose vulgarnya pun sempat menghiasi cover
majalah Rolling Stones dan masih banyak contoh yang lainnya.
Ketiga,
praktek pemujaan setan. Lady Gaga kerap menyebut dirinya Mother Monster.
Di album kedua The Fame Monster
lagu-lagunya mengusung tema monster, vampir, dan kematian. Pada album
berikutnya, Born This Way, sebagian
pengamat menilainya seperti ingin mendirikan sekte kepercayaan tersendiri yang
mengarah ke pemujaan setan. Begitupun dalam dekorasi panggung, aksi pentas dan
video-videonya sering menampilkan simbol-simbol satanic dan illuminati. Seperti
simbol salib terbalik yang melambangkan penentangan dan penghinaan kepada
keimanan Kristiani. Simbol Baphomet
atau kepala domba bertanduk sangat panjang yang melambangkan setan yang paling
berkuasa di dunia penyembahan setan. Simbol pentagram yang melambangkan ilmu
sihir. Simbol mata satu yang melambangkan illuminati dan kesetiaan.
Selain
simbol-simbol setan, tari-tarian dan lirik lagu Lady Gaga diyakini mengandung unsur-unsur
pemujaan kepada Lucifer, Baphomet dan Dewa Matahari (Ra). Sebagai gambaran saya
kutipkan bait pertama dari single-nya
berjudul Alejandro. I know that we are
young. And I know you may love me. But I just can’t be with you like this
anymore. Alejandro. Mungkin anda bertanya-tanya, siapakah Alejandro? Kalau membaca lirik atau
mendengar lagu tanpa menonton video klipnya kita tidak dapat mengungkap siapa Alejandro. Dalam videonya, Alejandro dimaksudkan kepada tuhan.
Lirik lagu ini merupakan pernyataan terbuka pengingkaran kepada tuhan dan
penyerahan dirinya kepada setan.
Selain
ketiga uraian di atas, masih banyak kontroversi yang mengundang reaksi kecaman
dan penolakan publik. Seperti dukungannya kepada hubungan sesama jenis seperti dalam
single-nya berjudul Born This Way. Gaya
berbusana yang aneh seperti menggunakan pakaian yang terbuat dari daging
mentah. Karir masa lalunya sebagai penari Burlesque dan yang lainnya.
Sepertinya hal-hal konstroversial merupakan daya tarik terbesar Lady Gaga untuk
mendongkrak popularitasnya di industri musik dunia.
Pendidikan Karakter
Peradaban
nenek moyang kita sangat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan sopan-santun
yang tercermin dalam warisan kebudayaan dan adat-istiadat tradisional.
Pendidikan karakter yang tengah digagas saat ini merupakan upaya dunia
pendidikan kita untuk mengembalikan dan memperkuat jati diri bangsa yang terasa
kian memudar tergerus arus globalisasi dan liberalisasi membabi buta.
Menyikapi
fenomena aktual Lady Gaga yang tengah menjadi trend topic pembicaraan di masyarakat. Muncul pertanyaan, siapakah
yang bertanggung jawab pada pendidikan karakter bangsa? Tidak mungkin tanggung jawab
ini dipikul sendirian oleh para guru di sekolah saja. Karena fungsi dan peran
guru sebatas pendidikan di sekolah. Ketika pulang ke rumah maka tanggung jawab
berpindah kepada orang tua. Namun orang tua pun memiliki keterbatasan dalam
membendung pengaruh negatif dari arus globalisasi saat ini. Di sinilah peran
pemerintah sebagai pembela di garis terdepan dalam menfilter nilai-nilai
negatif dari luar yang berpotensi merusak karakter generasi muda.
Sampai saat ini saya belum mendengar Kemendiknas
menyuarakan sikapnya. Begitupun dengan pihak Istana. Sebagai seorang guru, saya
prihatin sekaligus geram dengan perkembangan saat ini. Hanya karena seorang
bernama Lady Gaga, pendidikan karakter bangsa dipertaruhkan. Seolah-olah para promotor
konser tidak memiliki rasa belas kasih kepada para generasi muda yang pikiran
dan hatinya begitu polos, putih, murni yang belum ternoda hitamnya hawa nafsu
setan. Demi mengeruk keuntungan dari selembar tiket konser.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini