Oleh : Udi Wahyudi
Guru MDA Tawaf Al Ikhlas
Berdasarkan dara yang diperoleh daru Unit Kegiatan
Mahasiswa Baca Alquran Intensif Universitas Pendidikan Indonesia, dari 2.088
mahasiswa baru UPI semester ganjil tahun 2012/2013 yang mengikuti tes baca
Alquran, 1.521 orang (72,8 persen) dinyatakan “belum mampu” membaca Alquran
dengan baik, tidak jau berbeda dengan hasil tes enam semester sebelumnya.
Sebagai umat Islam yang tengah digonjang-ganjing dari
berbagai penjur, sudah sepantasnya kta semakin menjadikan Alquran sebagai
pegangan hidup kita. Jika berbicara ideal, mestinya kita memahami kandungan isi
Alquran. Berdasarkan realita yang terjadi, dapat disimpulkan jika baru sebagian
kecil saja yang mencapai criteria tersebut.
“Ada
asap, ada api”. Jika tidak ada sebab, tidak mungkin terjadi akibat yang
berarti. Menurut Slameto dalam “Belajar dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya”, secara garis besar factor penyebab gagal atau berhasil dalam
mempelajari sesuatu dikelompokkan menjadi factor intern dan ekstern.
Faktor internal dibatasi hanya factor psikologis, yaitu
perhatian dan minat. Jika anak sudah tidak memiliki perhatian untuk belajar
Alquran, jangan harap ia akan pandai membacanya. Apabila anak kehilangan minat
untuk mempelajari Alquran, karena penyampaiannya kurang menarik atau tujuannya
kurang jelas, anak pun tidak akan bertahan lama dalam mempelajarinya.
Adapun faktor ekstern pertama yang mempengaruhi dalam
belajar membaca Alquran adalah orang tua. Peran orang tua sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan anak. pada kenyataannya, orang tua sekarang ini lebih
mengusahakan anaknya untuk ikut les olah raga, matematika, atau bahasa Inggris,
ketimbang les mengaji. Hal inilah yang menyebabkan anak tidak mengenal Alquran.
Padahal, di akhirat sana
tidak ada satu pun dalil yang mengatakan manusia akan ditanyai matematika,
bahasa Inggris, atau disuruh lomba olah raga renang.
Faktor eksternal berikutnya adalah media hiburan.
Dimungkiri atau tidak, kekhusyukan siswa saat ini dalam belajar Alquran sudah
terganggu oleh berbagai acara hiburan. Misalnya saja media jejaring sosial
dengan berbagai fiturnya yang dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
membosankan. Stasiun televise pun berlomba-lomba membuat beragam acara menarik
untuk membuat pemirsanya betah menonton nya berlama-lama. Belum lagi game online yang memiliki magnet
tersendiri. Faktor eksternal terakhir adalah tidak tersedianya wahana
pembelajaran Alquran. Di kota-kota besar atau pedesaan yang agamis, wahana
pengajian mungkin masih menjamur. Naming, kondisi berbeda akan terjadi di
tempat-tempat tertentu yang langka ustaz. Bahkan untuk mencari orang yang azan
dan mau menjadi imam salat pun sulit.
Oleh karena itu, perhatian seluruh elemen, mulai dari
pemerintah sebagai pemegang otoritas melalui Kemenag atau dinas terkait
lainnya, orang tua, dan sekolah tempat mereka bersosialisasi, sangat
dibutuhkan. Kesemuanya itu bermuara pada munculnya generasi Muslim yang kian
dekat dengan Alquran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini