Guru Madrasah Aliyah Negeri Jampangan Tengah Sukabumi
Artikel ini pernah dimuat di Rubrik Forum Guru
Rabu 26 September 2012
Alangkah berdukanya kita, kalau masalah tawuran di
kalangan pelajar masih marak dan menjadi konsumsi pemberitaan dengan rating tinggi di negeri tercinta ini.
Seolah pelajar kita sulit dididik untuk mengendalikan diri. Peran guru pun
seolah dalam tanda Tanya besar. Institusi sekolah seakan sia-sia dan tak
sanggup membawa pelajar kea lam pencerahan akal budi. Padahal, mereka sejatinya
“berwisata” dalam ilmu pengetahuan, berselancar mengaplikasikan nilai-nilai,
norma edukatif, agais, dan kemanusiaan.
Akar permasalahan yang menyebabkan remaja rentan
tersulut amarahnya dan meluapkanna dengan tawuran dan kekerasan, karena masa
usia mereka yang menghadapi problem. Antara krisis eksistensi dan tuntutan
pembelajaran formal yang banyak menguras energi. Para
pelajar mengalami prolem eksistensi diri yang perlu dibina. Narsisme yang
menghinggapi mereka melahirkan perbuatan anarkis di jalanan. Narsisme itu yang
terbina dengan baik. Pelajar-pelajar cenderung ingin eksis termasuk di dunia
pemberitaan. Merasa gagah, merasa ingin menang atas kelompok lain, adalah
hal-hal yang kemudia memicu mereka untuk melakukan aksi apa saja. pelajar kita
cenderung jadi liar dan tak terkendali.
Bisa jadi, pelajar yang mengalami krisis eksistensi
akibat tekanan kegiatan pembelajaran di kelas yang menuntutnya untuk ekstra berpikir.
Dari pagi hingga siang bahkan sore, mereka terus memaksakan diri dan terus
dijejali kegiatan kognitif. Mereka seakan terpenjara di ruang kelas dan
kemudian merasa bebas setelah keluar dan mencari eksistensi diri di luar
lingkungan sekolah melalui tawuran salah satunya.
Harus kita evaluasi juga bahwa penanaman nilai-nilai dan
ilmu pengetahuan bukan kegiatan yang mesti dipaksakan atau dijejalkan.
Semestinya bagaimana penanaman nilai-nilai dan norma-norma itu dalam konteks
pembelajaran tumbuh berdasarkan kesadaran yang timbul dari pelajar sendiri.
Di sinilah peran guru sebagai pembimbing benar-benar
dipertaruhkan. Guru sebagai pembuka jalan menuju cahaya hari depan, bukan
tukang paksa. Guru harus membukakan jalan pencerahan kepada mereka. Sudah
saatnya guru menunaikan tugasnya. Kewajiban guru tidak gugur setelah mengajar.
Guru harus menjadi contoh yang baik, dari segi akhlak ataupun norma-norma
kemasyarakatan.
Guru dalam konteks pembelajaran wajib berinteraksi
secara batiniah dengan siswanya. Guru dituntuttahu permasalahan psikologis dan
problem setiap siswanya, sehingga, sehingga ketika ada siswa yang malas-malasan
belajar di kelas pada saat guru menyampaikan materi, guru harus responsive
mencari tahu akar permasalahannya. Apakah ia punya problem dalam keluarganya?
Halitu bukan semata tugas guru BK, tetapi tugas semua guru.
Apa yang diungkapkan Bung Karno, pemimpin besar
revolusi dalam buku Di Bawah Bendara Revolusi ada baiknya dapat kita renungkan
bersama. Bung Karno berkata, “Tiap-tiap perguruan, di negeri mana saja dan pada
bangsa mana saja, mempunyai guru yang baik dan mempunyai guru yang kurang baik.
Mempunyai guru yang segala-galanya seperti mendapat ilham ilahi buat menjadi
guru, dan mempunyai guru yang kurang baik sebenarnya lebih baik menjjadi
penjaga took atau juru tulis atau belasting-ambtenaar
saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini