Minggu, 04 November 2012

Perampingan Mata Pelajaran, Tepatkah?

Oleh : Dahrun Usman
          Guru MI Asih Putera Cimahi
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik forum guru
          Pikiran Rakyat Rabu 3Okteber 2012


Setelah berencana menambah jam belajar di sekolah, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) bakal merampingkan jumlah mata pelajaran sekolah dasar, mulai taahun ajaran 2014-2015 menjadi empat pelajaran, yaitu agama, bahasa Indonesia, pendidikan kewarganegaraan (PKn), dan matematika.
Rencana kebijakan Kemendikbd ini sudah menuai protes dari berbagai kalangan, bahkan guru-guru SD di kota Solo menolak penghapusan pelajaran IPA dan IPS.
Kalau dilihat dari  efektivitas dan perampingan materi esensial dari setiap standar kompetensi dan kompetensi dasar agar sekolah dasar tidak padat materi, pengintegrasian beberapa mata pelajaran bisa menjadi solusi. Akan tetapi, kalau perampingan mata pelajaran dengan mengorbankan pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), akan merugikan beberapa kerangka ilmiah dasar yang seharusnya diterima anak-anak sejak SD. Pasalnya, mata pelajaran IPA dan IPS merupakan dasar penerapan pemikiran ilmiah pada siswa.
Menurut hemat penulis, pelajaran IPA dan IPS terlalu berat materinya kalau dipaksakan diintegrasikan dengan mata pelaaran matematika dan PKn. Dalam praktik di lapangan, bisajadi materi kedua pelaaran ini hanya menjadi subordinasi mata pelajaran induknya.
Penulis mengusulkan agar mata pelajaran IPA dan IPS tetap ada dan dijadikan subjek atau induk terhadap pelajaran lain dalam mengintegrasian materi bahan ajar. Hanya ,uatan standar kompetensi, kompetensi dasar, dan indikatornya yang dikurangi.
Artinya, hanya materi-materi esensial yang diajarkan sehingga tidak memberatkan anak disik. Sebagai contoh, materi pelajaran IPS bobotnya sangat berat dan luas untuk standar SD. Bahkan, menurut pengalaman penulis, banyak materi pelajaran IPS dan PKn di SD terlalu berat untuk diajarkan. Misalnya, globalisasi, sistem pemerintahan, serta peran dan fungsi lembaga-lembaga Negara.
Daripada menghapus pelajaran IPA dan IPS, Kemendikbud lebih baik memilih dan memilah beberapa materi pelajaran yang tumpang tindih dalam kurikulum. Contohnya, IPS dan PKn sama-sama membahas globalisasi, lembaga-lembaga Negara, perumusan Pancasila, dan Pemilu. Padahal materi-materi itu bisa disampaikan dalam satu pelajaran IPS atau PKn saja. bengan denikian, anak-anak tidak dua kali menghadapi materi yang sama sehingga membosankan.
Kemudian, Kemendikbud juga harus benar-benar tepat dalam membagi materi pelajaran dalam proses pengintegrasian bahan aja. Dengan demikian, tidak menimbulkan overlapping dan kejomplangan materi antarpelajaran. Di samping itu, Kemendikbud pun perlu melakukan kajian ilmiah dan telaah riil di lapangan terhadap kebutuhan kurikulum pendidikan Indonesia sekarang agar kebijakan yang diterapkan benar-benar sesuai dengan bdaya dan karakter bangsa Indonesia.
Jangan sampai, alih-alih ingin memperbaiki kualitas pendidikan dan mencerdaskan bangsa, justru malah membuat kualitas pendidikan tambah parah. Wallahu’alam bisawab.

2 komentar:

  1. Kumpulan artikel ini sangat membantu referensi saya, sekaligus mengarsipkan tulisan-tulisan yang pernah dimuat di koran. Termasuk tulisan saya,"Perampingan Mata Pelajaran, Tepatkah?"

    BalasHapus

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini