Minggu, 23 Desember 2012

Perlukah LKS Dihilangkan

Oleh : Rina Rahmawati
           Guru SMK Al-Falah, Kota Bandung
           Artikel ini pernah dimuat di koran PR
           Rubrik Forum Guru, Sabtu 15 Desember 2012

Lembar Kerja Siswa (LKS) sering kali menjadi polemik di dunia pendidikan, mulai dari harga jualnya sampai muatan materi yang tidak sesuai dengan kebutuhan kompetensi yang harus dimiliki siswa.
Sebenarnya buku LKS sangat dibutuhkan baik oleh guru maupun siswa. Buku ini sangat menunjang dalam proses pembelajaran di kelas. Selain dapat dijadikan panduan, LKS juga dapat dijadikan sumber belajar siswa, melatih kemampuan dalam bentuk soal-soal.
Adanya buku LKS sangat praktis untuk mengevaluasi hasil belajar siswa secara kognitif. Guru yang tidak menggunakan LKS biasanya memberikan latihan soal-soal dengan memperbanyak atau mengkopinya. Ada juga guru yang mengharuskan siswanya untuk menulis soal. Hal ini tentu akan memakan waktu lama sehingga akan memperlambat pembelajaran selanjutnya.
Kontroversi yang terjadi disebabkan karena pembuat buku LKS bukanlah guru yang bersangkutan sehingga banyak yang menyimpang dari muatan materi. Misalnya, dalam buku LKS jasmani yang berbau pornografi. Selanjutnya, guru ingin mencari keuntungan dengan mengandalkan penerbit. Hal ini berdampak pada harga jual yang terbilang mahal bagi orang tua siswa. Berbagai hal itulah yang menyebabkan dampak negatif pada guru sehingga dianggap “pemalas”.
Ada beberapa faktor yang membuat guru enggan membuat buku LKS, diantaranya beban guru dari segi administrasi.setiap tahun ajaran baru, guru dituntut untuk dapat menyelesaikan berbagai administrasi yang begitu kompleks, mulai dari silabus, program tahunan, program semester, bahan pengajaran, media pembelajaran, alat evaluasi, dan sebagainya. Administrasi tersebut setiap tahun harus berubah. Apalagi jika kurikulum berubah, tentu akan menjadi beban bagi guru.
Faktor lain, beban mengajar minimal 24 jam. Kegiatan tatap muka terdiri atas kegiatan penyampaian materi pelajaran, membimbing dan melatih peserta didik terkait dengan materi pelajaran, serta menilai hasil belajar yang terintegrasi dengan pembelajaran dalam kegiatan tatap muka. Tugas guru yang sedemikian banyaknya dalam satu minggu, berhadapan dengan siswa yang dilakukan berulang-ulang dengan karakter berbeda-beda di setiap kelas, akan membuat guru kelelahan secara fisik.
Dalam proses pembelajaran, guru tidak hanya sebagai fasilitator,supervisor, dan motivator, tetapi juga melakukan evaluasi terhadap siswa. Evaluasi bisa dilakukan ketika pembelajaran berlangsung dan di akhir pembelajaran. Kegiatan guru tidak hanya di dalam kelas. Tugas guru selanjutnya adalah memeriksa hasil belajar siswa berupa ulangan harian yang harus dinilai, direkap, kemudian dianalisis.
Sebaiknya Kemendikbud mempertimbangkan berbagai hal tadi. Harapannya, pertama, buku LKS tidak dihilangkan tetapi guru dituntut membuat buku LKS sendiri karena gurulah yang tahu kemampuan siswanya. Kedua, pembuatan buku LS dijadikan kewajiban oleh setiap guru untuk menambah angka kredit, tidak hanya berupa pembuatan makalah, modul, dan sebagainya. Ketiga, administrasi guru supaya lebih disederhanakan sehingga tidak menjadi beban setiap tahun ajaran baru.
Keempat, adakan pembinaan yang berkesinambungansehingga guru tidak ketinggalan informasi yang inovatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini