Pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar
Ganesha Operation Unit MTC Kota Bandung
Pada prinsipnya, setiap pemegang kebijakan yang duduk dipemerintahan
pusat, tidak akan sudi dan menerima bila disebut sebagai pihak yang tidak
kreatif dalam mengelola bangsa ini. Di atas kertas, status pendidikan,
pengalaman, dan keterampilan mereka tidak perlu diragukan lagi. Maka lahirlah berbagai
program hasil “kreativitas” mereka untuk memompa sendi-sendi kehidupan disegala
bidang. Hasilnya, kita saksikan rakyat mengantri minyak tanah dan gas elpiji
dibawah sengatan sinar matahari. Hati nurani siapa yang tidak perih menyaksikan
orang yang dicintainya bersimbah keringat, kepayahan, berdesak-desakan hanya
untuk memperoleh beberapa liter minyak tanah atau satu-dua tabung gas elpiji.
Bukankah sumber alam yang menguasai hajat hidup orang banyak dikelola sebesar-besarnya
untuk kesejahteraan rakyat! Kemanakah kreativitas? Dimanakah hati nurani?
Kontroversi
bidang pendidikan pun tidak kalah hebatnya. Kualitas pendidikan kita hanya
diukur dari kemampuan siswa dalam menjawab soal Ujian Nasional(UN). Sedangkan
konten dari soal UN sendiri hanya sanggup mengukur kemampuan siswa dari aspek
kognitif saja. Sedangkan aspek afektif dan psikomotor yang dimiliki siswa tidak
pernah menjadi pertimbangan untuk memperoleh kelulusan. Bukankah manusia itu
mahluk yang unik dan kompleks?
Masih
menyoroti tentang UN, pemerintah sepertinya “lupa” kalau kesenjangan penyediaan
sarana pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan, pulau Jawa dan luar
pulau Jawa, begitu curam! Minimnya sarana-prasarana pendidikan bisa berakibat
langsung pada tingkat kelulusan siswanya. Seperti mendaki langit, begitu
payahnya siswa negeri ini untuk berkualitas versi pemerintah pusat. Bukankah “kreativitas”
seperti ini menyakiti hati nurani rakyat?
Kebangkitan Bangsa, Kebangkitan Hati Nurani
Sejarah
mencatat, Budi Oetomo lahir karena terketuknya hati nurani para pendirinya. Penjajahan
telah banyak melahirkan penderitaan dan ketidakadilan. Walaupun saat itu
pembangunan digiatkan, manfaatnya tidak pernah sampai menyentuh ke akar rumput.
Semua hasil pembangunan hanya diperuntukan untuk kepentingan penjajah. Di
sinilah Budi Oetomo berperan, melalui pendidikan mereka berupaya menyadarkan
bangsanya bahwa mereka sedang dijajah.
Bagaimana
dengan rakyat kecil hari ini, sadarkah posisinya di mana? Saya berkeyakinan
program Bantuan Langsung Tunai(BLT), Konversi minyak tanah ke gas atau Program
Bantuan Operasional Sekolah(BOS) dan program tidak popular lainnya memposisikan
pemerintah layaknya kreator kebijakan yang berhati nurani dan senang memberi.
Tanpa
bermaksud memprovokasi, tapi beginilah suara hati nurani rakyat kecil yang sedang
terluka. Kreativitas yang dilahirkan pemerintah pusat sampai saat ini tidak
pernah menjadi solusi yang konsisten membela kesejahteraan rakyat kecil. Begitu
kuatnya kepentingan individu dan golongan, memposisikan rakyat kecil sebagai
pihak yang terpinggirkan.
Sudah
saatnya bangsa ini bangkit dan membangkitkan kembali semangat yang pernah
dihembuskan oleh Budi Oetomo. Momentum seratus tahun kebangkitan nasional, bisa
dijadikan pengingat untuk apa kemerdekaan direbut dari tangan penjajah. Bahwa
penjajahan hanya membuat rakyat menderita, begitupun setiap kebijakan yang
tidak berpihak kepada rakyat.
Kenaikan
harga BBM, langkanya minyak tanah dan gas elpiji, kontroversi UN dan seabrek
kebijakan yang membuat pening kepala rakyat kecil, haruslah kita hadapi dengan
sikap positif. Prof.Yohanes Surya, penggagas “Mestakung,” mengilustrasikan
tentang seseorang yang sedang dikejar seekor anjing. Pada diri orang yang
ketakutan itu akan muncul energi ekstra yang bisa digunakan untuk berlari
sekuat-kuatnya. Bahkan tanpa ia sadari mampu digunakan untuk melompati suatu
tembok yang tidak ia sangka sanggup melompatinya pada kondisi normal.
Kondisi
kritis seperti diilustrasikan di atas akan melahirkan energi ekstra yang bisa digunakan
untuk melangkah ke arah solusi. Rumus “3M” dari Aa Gym dapat dijadikan pedoman praktis
untuk setiap langkah awal kita. Mulailah
dari diri sendiri, mulailah dari hal yang kecil, dan mulailah saat ini.
Dan
kalau sudah mulai bergerak ke arh solusi, siapkanlah diri kita seperti buah
kelapa. Untuk bisa diambil manfaatnya, kelapa harus siap merasakan sakit saat
dijatuhkan dari pohonnya. Setelah itu, sabut kelapanya dikelupas. Lalu, kelapa
yang telah bersih dari sabutnya disisit batoknya hingga bersih. Kemudian
siap-siap kelapa tersebut untuk dibelah. Belum selesai, kepala itu lalu harus
siap diparut. Sesudah diparut, diperas. Hingga akhirnya, keluarlah saripati dari semua yang telah kita
usahakan.
Alhamdulillah UN sudah dihapuskan. Semoga pemerintahan Probowo-Gibran tidak menghidupkan kembali ujian yang tidak berpihak kepada siswa
BalasHapus