Guru di Yayasan Al Rahman, Cimahi
Pernah dimuat di Rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat Jumat 4 April 2014
Saya dan mungkin seluruh pembaca
setuju dengan hadirnya program rintisan wajib belajar 12 tahun atau yang
dikenal dengan program pendidikan umum universal (PMU). Sekalipun itu masih
rintisan, harapannya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan Indonesia Cerdas,
di mana seluruh warga negaranya minimal berpendidikan sampai tingkat
SMA/sederajat secara merata dan bermutu.
Oleh karena itu, pendidikan jangan
sampai sekedar menjadi salah satu menu politik dalam kampanye yang selalu abai
dalam realitasnya. Kesempatan mengenyam pendidikan harus benar-benar terwujud
bagi seluruh anak negeri ini, tanpa terkecuali mereka yang berada di daerah 3T
(tertinggal, terpencil, terluar). Mereka semua harus bisa menatap masa depannya
dengan bekal pendidikan yang cukup agar kelak memiliki kapasitas dan
kapabilitas sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaya saing.
Dengan pendidikan akan banyak
memberikan manfaat dalam kehidupan, bukan saja keuntungan mareriil, tetapi
lebih dari itu menjadi sumbangan besar dalam membangun sekaligus meningkatkan
kapabilitas seseorang. Dengan demikian, tidak salah jika kontribusi pendidikan
untuk menyiapkan generasi tidak cukup dipahami hanya dari sekedar sumbangannya
terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis seperti diasumsikan
oleh teori human capital. Melainkan
juga dapat dilihat dalam cakupan yang lebih luas lagi, yakni sumbangannnya
dalam membangun human capability.
Harapan yang implementasinya tidak
semudah membalikkan telapak tangan, tetapi banyak tantangan terbentang cukup
kompleks bahkan kadang akut, diantaranya pertama dari sisi kebijakan (political will) pusat dan daerah yang
kadang belum sinergis dengan menjadikan pendidikan pendidikan sebagai skala
prioritas sehingga tidak sedikit daerah yang belum memenuhi amanat konstitusi
yakni menganggarkan 20% dari APBD-nya untuk bidang pendidikan di luar
penggajian. Ditambah lagi jika tidak ditunjang dengan kemampuan birokrat
pendidikan dalam memberikan terobosan peningkatan dan pengembangan mutu
pendidikan di daerahnya.
Seandainya daerah yang kepala
daerahnya tinggi kemampuan politiknya pada pendidikan, bukan tidak mungkin
pendidikan pun akan berkembang. Contohnya, Kabupaten Jembarang di Provinsi
Bali, daerah yang tidak dikategorikan kaya, tetapi tingkat pendidikan
masyarakatnya sangat tinggi, bahkan program wajar diknas 9 tahun pun telah
tuntas sebelum lahir Undang-Undang Sisdiknas (UU No. 20/2003).
Kedua, kemampuan manajerial birokrat
pendidikan. Anggaran yang cukup tidak menjamin program terlaksana dengan
tuntas. Contoh Kabupaten Kutai Kartanegara dan Bengkalis sebagai daerah yang
terkenal kaya raya, tetapi perkembangan indeks pembangunan manusianya tidak
lebih baik dari Jembrana. Atau daerah lainnya yang dianggap efektif dan
inovatif program pengembangan pendidikannya.
Ketiga kultur masyarakat yang kadang
lebih senang memilih mempekerjakan anak-anak usia sekolahnya dibandingkan
dengan menyekolahkannya atau memililh menikahkan di usia dini. Keempat, faktor
geografis yakni daerah terpencil dan belum terjangkau oleh sarana pendidikan
ditambah dengan transportasi yang belum memadai.
Sederet tantangan itu harus bisa
ditaklukan dan jangan dianggap sebaga hambatan. Semoga dengan dukungan seluruh
pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini yang diiringi kesiapan pada ranah
kebijakan, anggaran, pelaksanaan, moitoring ataupun kemauan masyarakat itu
sendiri, Insya Allah program wajib belajar 12 tahun secara gratis dapat
dilaksanakan dengan tuntas, merata dan bermutu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini