Rabu, 29 Agustus 2012

Mengembalikan Roh Pendidikan

Oleh : Edy Rusyandi
          Guru MTs Syarif Hidayatulloh, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Pikiran Rakyat Jumat 4 Mei 2012

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) setiap 2 Mei 2012 secara serentak telah diselenggarakan dengan tema besar “Bangkitnya Generasi Emas Indonesia”. Hardiknas memang lebih menjadi “ritus tahunan” yang senantiasa diperingati masyarakat. Namun, sepertinya hal ihwal menyangkut problematika pendidikan nasional dari tahun ke tahun masih saja berputar-putar seolah tanpa titik temu penyelesaian. Demikian pula halnya pegangan yang dapat dijadikan pijakan normative penyelenggaraan pendidikan, ada Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) dan berbagai peraturan pemerintah lainnya. Kontroversi Ujian Nasional, perilaku kekerasanm anggaran pendidikan, dan masih lebarnya kesenjangan hak pendidikan merupakan “kabar duka” yang masih menyelimuti dunia pendidikan nasional.
Masih dalam semangat Hardiknas, mari kita erefleksikan kondisi pendidikan saat ini dengan membuka kembali naskah-naskah ajaran Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara karena beliaulah salah seorang yang meletakkan fondasi awal pemikiran dan gerakan pendidikan di tanah air.
Banyak sekali pemikiran Ki Hajar Dewantara. Salah satunya adalah menmpatkan pendidikan sebagai alat perjuangan nasional untuk mengangkat harkatdan martabat warga pribumi dari penjajahan bangsa kolonila. Ki Hajar Dewantara menyadari betul bahwa salah satu upaya untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan adalah dengan pendidikan. Upaya ini akan berhasil jika didorong dari bawah, yaitu rakyat karena rayat merupakan kekuatan utama untuk mendapatkan pengajaran agar terdidik menjadi pandai.
Menjadi ironis jika gagasan Ki Hajar Dewantara dibenturkan dengan fakta social pendidikan saat ini. Tidak sedikit pemahaman masyarakat dan (mungkin) diantara pemangku kebijakan pendidikan yang menempatkan pendidikan sebagai lahan peruntukan pencarian materi (proyek). Tak heran, saat ini kita banyak menemukan institusi pendidikan yang kian menjauh dari keterjangkauan kemampuan biaya masyarakat secara umum. Tak sedikit pula aparat dan birokrat yang terjerat kasus hukum karena melakukan penyalahgunaan wewenang di bidang program pendidikan.
Perspektif lain dari pemikiran Ki Hajar Dewantara adalah pentingnya keseimbangan dalam muatan ajar, yang disebutkan sebagai daya cipta, rasa, dan karsa. Pentingnya keseimbangan ini merupakan bentuk apresiasi atas potensi kemanuasiaan anak didik sebagai subjek merdeka untuk mengantarkan pada jati diri sebagai makhluk berbudaya. Menitikbertkan atau mengesampingkan salah satu di antaranya merupakan tindakan panafian atas potensi kemanusiaan anak didik. Tudas utama para pendidik hanyalah fasilitator atau penuntun dari tumbuh kembangnya potensi yang ada pada anak didik menuju taraf kemandirian.
Bercermin pada sejarah dan menghadirkan kembali “roh pendidikan” sebagai élan vital perjuangan bangsa oleh seluruh masyarakat pendidikan patut kita refleksikan dalam mencermati pendidikan basional kita saat ini. Bagaimanapun kondisi saat ini, optimisme atas masa depan pendidikan nasional harus tetap terjaga seraya terus memperbaiki system pendidikan yang ada saat ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini