Senin, 07 April 2014

Wajib Belajar 12 Tahun

Oleh : Ahmad Khusaeri
          Guru di Yayasan Al Rahman, Cimahi
          Pernah dimuat di Rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat Jumat 4 April 2014

Saya dan mungkin seluruh pembaca setuju dengan hadirnya program rintisan wajib belajar 12 tahun atau yang dikenal dengan program pendidikan umum universal (PMU). Sekalipun itu masih rintisan, harapannya dapat menjadi jembatan dalam mewujudkan Indonesia Cerdas, di mana seluruh warga negaranya minimal berpendidikan sampai tingkat SMA/sederajat secara merata dan bermutu.
Oleh karena itu, pendidikan jangan sampai sekedar menjadi salah satu menu politik dalam kampanye yang selalu abai dalam realitasnya. Kesempatan mengenyam pendidikan harus benar-benar terwujud bagi seluruh anak negeri ini, tanpa terkecuali mereka yang berada di daerah 3T (tertinggal, terpencil, terluar). Mereka semua harus bisa menatap masa depannya dengan bekal pendidikan yang cukup agar kelak memiliki kapasitas dan kapabilitas sebagai bangsa yang bermartabat dan berdaya saing.
Dengan pendidikan akan banyak memberikan manfaat dalam kehidupan, bukan saja keuntungan mareriil, tetapi lebih dari itu menjadi sumbangan besar dalam membangun sekaligus meningkatkan kapabilitas seseorang. Dengan demikian, tidak salah jika kontribusi pendidikan untuk menyiapkan generasi tidak cukup dipahami hanya dari sekedar sumbangannya terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan teknis seperti diasumsikan oleh teori human capital. Melainkan juga dapat dilihat dalam cakupan yang lebih luas lagi, yakni sumbangannnya dalam membangun human capability.
Harapan yang implementasinya tidak semudah membalikkan telapak tangan, tetapi banyak tantangan terbentang cukup kompleks bahkan kadang akut, diantaranya pertama dari sisi kebijakan (political will) pusat dan daerah yang kadang belum sinergis dengan menjadikan pendidikan pendidikan sebagai skala prioritas sehingga tidak sedikit daerah yang belum memenuhi amanat konstitusi yakni menganggarkan 20% dari APBD-nya untuk bidang pendidikan di luar penggajian. Ditambah lagi jika tidak ditunjang dengan kemampuan birokrat pendidikan dalam memberikan terobosan peningkatan dan pengembangan mutu pendidikan di daerahnya.
Seandainya daerah yang kepala daerahnya tinggi kemampuan politiknya pada pendidikan, bukan tidak mungkin pendidikan pun akan berkembang. Contohnya, Kabupaten Jembarang di Provinsi Bali, daerah yang tidak dikategorikan kaya, tetapi tingkat pendidikan masyarakatnya sangat tinggi, bahkan program wajar diknas 9 tahun pun telah tuntas sebelum lahir Undang-Undang Sisdiknas (UU No. 20/2003).
Kedua, kemampuan manajerial birokrat pendidikan. Anggaran yang cukup tidak menjamin program terlaksana dengan tuntas. Contoh Kabupaten Kutai Kartanegara dan Bengkalis sebagai daerah yang terkenal kaya raya, tetapi perkembangan indeks pembangunan manusianya tidak lebih baik dari Jembrana. Atau daerah lainnya yang dianggap efektif dan inovatif program pengembangan pendidikannya.
Ketiga kultur masyarakat yang kadang lebih senang memilih mempekerjakan anak-anak usia sekolahnya dibandingkan dengan menyekolahkannya atau memililh menikahkan di usia dini. Keempat, faktor geografis yakni daerah terpencil dan belum terjangkau oleh sarana pendidikan ditambah dengan transportasi yang belum memadai.
Sederet tantangan itu harus bisa ditaklukan dan jangan dianggap sebaga hambatan. Semoga dengan dukungan seluruh pemangku kepentingan pendidikan di negeri ini yang diiringi kesiapan pada ranah kebijakan, anggaran, pelaksanaan, moitoring ataupun kemauan masyarakat itu sendiri, Insya Allah program wajib belajar 12 tahun secara gratis dapat dilaksanakan dengan tuntas, merata dan bermutu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini