Guru MI At-Taufiq di Yayasan Pendidikan Al-Hikmah, Kota Bandung
Pada
suatu hari, sejumlah siswa kelas enam dihukum karena telah berulang kali tidak
mengerjakan tugas bahasa Inggris. Bentuk hukumannya agak unik, yaitu menuliskan
permintaan maaf dalam bahasa Inggris di selembar kartu pos yang dikirimkan
langsung ke alamat saya. Maksud menggunakan hukuman tidak biasa ini adalah
supaya ada perhatian lebih dari para orangtua perihal pekerjaan rumah anak-anaknya.
Karena keterlibatan orangtua mutlak diperlukan paling tidak saat membeli dan
mengirimkan kartu pos. Coba bayangkan bila setiap minggu harus bolak-balik ke
kantor pos karena siswa tidak mengerjakan tugas.
Ekspresi
wajah beberapa siswa tampak kebingungan dengan bentuk hukuman yang saya
berikan. Seorang siswa bertanya,”Apa itu kartu pos?” Kemudian saya meminta
teman-temannya di kelas yang mengetahui jawabannya untuk mengacungkan tangan. Seorang
siswa mengacungkan tangan. Tapi bukan untuk menjawab pertanyaan melainkan
bertanya lebih lanjut,”Rumah bapak kan
jauh dari sekolah. Untuk mengirimkannya ke rumah bapak kami harus naik angkot
apa?” Saya cukup kaget dengan fakta bahwa ternyata tak satu pun siswa di kelas
saya yang mengenali benda pos terlebih pernah memanfaatkan jasanya.
Adaptasi
merupakan kunci dalam memenangkan kompetisi. Juga membuka lebih banyak peluang
untuk menghasilkan keuntungan yang lebih besar. Di alam, leher jerapah
memberinya keuntungan untuk beradaptasi dalam memenangkan kompetisi perebutan
sumber makanannya. Tapi muncul pertanyaan menarik, apakah binatang lain seperti
zebra dan banteng Afrika akan punah
karena kalah bersaing dengan leher jerapah yang panjang? Jawabannya tentu
tidak! Karena walupun leher zebra dan banteng tidak sepanjang leher jerapah.
Tetapi mereka memiliki kemampuan untuk melakukan perjalanan sangat jauh guna
mencari sumber makanan baru. Kesimpulannya adalah keterampilan dalam
memanfaatkan determinasi potensi yang dimiliki ketiga binatang di atas
membuatnya mampu beradaptasi dan lestari hingga sekarang.
Wacana
pendidikan berkarakter telah menjadi topik yang mendesak untuk segera
direalisasikan. Guna membekali generasi muda untuk mampu bertahan dan
berkembang di tengah badai globalisasi di segala bidang. Karena ada
kecenderungan bangsa Indonesia
masih menjadi follower dalam peta
percaturan peradaban dunia. Hal ini sungguh memprihatinkan karena bila
diibaratkan bangsa ini sebagai kapal raksasa berpenumpang 250 juta jiwa yang
sedang terombang-ambing badai di tengah samudera. Akan sangat membahayakan bila
kapal tidak dikemudikan dengan benar dan tepat. Karena ancaman batu karang dan
gelombang sewaktu-waktu bisa mengkaramkan kapal. (Metafora usang! Tapi masih
lumayanlah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini