Rabu, 19 September 2012

Internalisasi Nilai-Nilai Karakter

Oleh : Septiardi Prasetyo
          Guru di Yayasan Pendidikan Al Hikmah, MI At-Taufiq, Kota Bandung
Kesenjangan antara nilai yang diketahui dengan apa yang dilakukan merupakan salah satu penyebab kendala untuk berperilaku baik. Meskipun secara kognitif seorang anak mengetahui nilai-nilai kebaikan tapi psikomotornya tidak terlatih untuk terbiasa menerapkannya. Misal setiap siswa pasti telah mengetahui bahwa bolos sekolah merupakan salah satu perilaku yang salah tapi masih saja ada yang melakukannya. Ini pun berlaku pada perilaku kenakalan remaja lainnya seperti tawuran antar pelajar, bullying, merokok dan sebagainya.
Untuk menanamkan dan menyuburkan nilai-nilai karakter positif pada diri anak tidak cukup dengan memberinya pengetahuan saja tetapi kepekaan anak pun perlu di asah guna merasakan kebaikan dan terbiasa melakukan kebaikan. Inilah yang disebut Lickona (1992), sebagai komponen karakter baik (component of good character) yang terdiri atas tiga komponen, yaitu pengetahuan tentang moral (moral knowing), perasaan tentang moral (moral feeling), dan perbuatan moral (moral action).
Dari segi pengetahuan tentang moral (moral knowing) bangsa Indonesia memiliki kekayaan berlimpah ruah. Suku bangsa mulai dari Sabang hingga Merauke telah mengembangkan nilai-nilai kebaikan yang telah berlaku di masyarakatnya sejak jaman nenek moyang. Sehingga tidak mengherankan bila sejak dulu bangsa Indonesia dikenal dengan masyarakatnya yang ramah. Karakter bangsa ini tidak lepas dari kekayaan nilai kebaikan yang berlaku di masyarakat. Misalnya saja dalam undak-usuk basa kita mengenal determinasi ekspresi bahasa ketika masyarakat dari suku Sunda berbicara dengan orang yang lebih tua atau ketika berbicara kepada orang yang lebih muda. Penerapan tingkatan bahasa ini pun dapat kita temui pada bahasa Jawa.
Moral feeling (perasaan tentang moral) merupakan jembatan antara pengetahuan tentang moral (moral knowing) dan perbuatan moral (moral action). Fondasi utama dari perasaan tentang moral (moral feeling) adalah kecintaan untuk berbuat baik (loving the good) kecintaan untuk berbuat baik. Inilah yang disebut Piaget sebagai sumber energi yang efektif membuat seseorang mempunyai karakter yang konsisten antara pengetahuan (moral knowing) tentang moral dan perbuatan moral (moral action). Kecintaan anak pada kebaikan (loving the good) merupakan kontrol internal yang paling efektif bagi dirinya. Misal ketika anak dihadapkan pada ajakan temannya untuk bolos sekolah maka dalam dirinya akan tumbuh perasaan bersalah dan malu bila mengikuti ajakan temanya tersebut.
Perbuatan moral (moral action) merupakan perwujudan dari pengetahuan tentang moral (moral knowing). Perilaku anak harus bermuara pada kesadaran akan manfaat mengamalkan nilai-nilai kebaikan bukan karena takut pada konsekuensi bila melanggarnya. Sehingga alasan seorang anak yang tidak pernah bolos sekolah bukan karena ia takut hukuman dari guru dan orang tuanya. Tetapi karena ia menyadari manfaat tidak bolos sekolah seperti tidak tertinggal pelajaran, keinginan untuk berprestasi di sekolah, ingin membahagiakan kedua orang tua dan lainnya.
Internalisasi nilai-nilai moral yang membentuk karakter anak harus diimbangi dengan kontrol eksternal dari lingkungannya. Seperti pengawasan dari orang tua dan guru. Namun yang paling utama adalah memberikan keteladan (uswatun hasanah).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini