Rabu, 26 September 2012

Peran Guru Dalam Mencegah Tawuran Pelajar

Oleh : Lukman Ajis
          Guru Madrasah Aliyah Negeri Jampangan Tengah Sukabumi
          Artikel ini pernah dimuat di Rubrik Forum Guru
          Rabu 26 September 2012 

Alangkah berdukanya kita, kalau masalah tawuran di kalangan pelajar masih marak dan menjadi konsumsi pemberitaan dengan rating tinggi di negeri tercinta ini. Seolah pelajar kita sulit dididik untuk mengendalikan diri. Peran guru pun seolah dalam tanda Tanya besar. Institusi sekolah seakan sia-sia dan tak sanggup membawa pelajar kea lam pencerahan akal budi. Padahal, mereka sejatinya “berwisata” dalam ilmu pengetahuan, berselancar mengaplikasikan nilai-nilai, norma edukatif, agais, dan kemanusiaan.
Akar permasalahan yang menyebabkan remaja rentan tersulut amarahnya dan meluapkanna dengan tawuran dan kekerasan, karena masa usia mereka yang menghadapi problem. Antara krisis eksistensi dan tuntutan pembelajaran formal yang banyak menguras energi. Para pelajar mengalami prolem eksistensi diri yang perlu dibina. Narsisme yang menghinggapi mereka melahirkan perbuatan anarkis di jalanan. Narsisme itu yang terbina dengan baik. Pelajar-pelajar cenderung ingin eksis termasuk di dunia pemberitaan. Merasa gagah, merasa ingin menang atas kelompok lain, adalah hal-hal yang kemudia memicu mereka untuk melakukan aksi apa saja. pelajar kita cenderung jadi liar dan tak terkendali.
Bisa jadi, pelajar yang mengalami krisis eksistensi akibat tekanan kegiatan pembelajaran di kelas yang menuntutnya untuk ekstra berpikir. Dari pagi hingga siang bahkan sore, mereka terus memaksakan diri dan terus dijejali kegiatan kognitif. Mereka seakan terpenjara di ruang kelas dan kemudian merasa bebas setelah keluar dan mencari eksistensi diri di luar lingkungan sekolah melalui tawuran salah satunya.
Harus kita evaluasi juga bahwa penanaman nilai-nilai dan ilmu pengetahuan bukan kegiatan yang mesti dipaksakan atau dijejalkan. Semestinya bagaimana penanaman nilai-nilai dan norma-norma itu dalam konteks pembelajaran tumbuh berdasarkan kesadaran yang timbul dari pelajar sendiri.
Di sinilah peran guru sebagai pembimbing benar-benar dipertaruhkan. Guru sebagai pembuka jalan menuju cahaya hari depan, bukan tukang paksa. Guru harus membukakan jalan pencerahan kepada mereka. Sudah saatnya guru menunaikan tugasnya. Kewajiban guru tidak gugur setelah mengajar. Guru harus menjadi contoh yang baik, dari segi akhlak ataupun norma-norma kemasyarakatan.
Guru dalam konteks pembelajaran wajib berinteraksi secara batiniah dengan siswanya. Guru dituntuttahu permasalahan psikologis dan problem setiap siswanya, sehingga, sehingga ketika ada siswa yang malas-malasan belajar di kelas pada saat guru menyampaikan materi, guru harus responsive mencari tahu akar permasalahannya. Apakah ia punya problem dalam keluarganya? Halitu bukan semata tugas guru BK, tetapi tugas semua guru.
Apa yang diungkapkan Bung Karno, pemimpin besar revolusi dalam buku Di Bawah Bendara Revolusi ada baiknya dapat kita renungkan bersama. Bung Karno berkata, “Tiap-tiap perguruan, di negeri mana saja dan pada bangsa mana saja, mempunyai guru yang baik dan mempunyai guru yang kurang baik. Mempunyai guru yang segala-galanya seperti mendapat ilham ilahi buat menjadi guru, dan mempunyai guru yang kurang baik sebenarnya lebih baik menjjadi penjaga took atau juru tulis atau belasting-ambtenaar saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini