Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Jumat 31 Juli 2009
Mempelajari Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) tidak bisa dilepaskan dari aktivitas mengamati,
meneliti, dan mempelajari berbagai fenomena yang ada di sekitar siswa.
Terkadang untuk melakukannya dibutuhkan berbagai alat peraga IPA buatan pabrik
yang tidak sedikit merupakan barang impor. Padal menggunakan alat peraga saat
kegiatan belajar mengajar (KBM) di kelas sangat bermanfaat dalam memberikan
ilustrasi secara langsung kepada siswa perihal topik pembelajaran yang sedang
dipelajarinya. Selain itu, motivasi dan antusiasme siswadalam mengikuti KBM
dapat terus ditingkatkan.
Menggunakan alat peraga pabrikan ternyata
menyisakan beberapa permasalahan klasik. Pertama, harga alat peraga relatif
mahal. Bagi sekolah dengan alokasi anggaran pengadaanalat peraga yang
pas-pasan, apalagi yang tidak memiliki anggaran, hal itu menjadi kendala
terbesar dan paling mendasar sehingga tidaklah mengherankan bila banyak sekolah
yang masih minim dalam pengadaan alat peraga. Andaikan tersedia, sering kali alat
tersebut hanya menjadi barang pajangan saja karena khawatir rusak atau hilang.
Kedua, sulit
memperoleh suku cadang. Bila salah satu komponen alat peraga hilang atau rusak,
kita hanya bias memperoleh suku cadang tersebut dari pabriknya. Bila pabriknya
ada di luar negeri, suku cadang tersebut harus diimpor dari Negara pembuatnya.
Hal ini sangat menyulitkan pihak sekolah bila alat peraga tersebut ternyata
diperlukan dalam waktu dekat. Tidak jarang para produsen sudah tidak memproduksi
komponen (sparepart) tersebut
sehingga pihak sekolah terpaksa harus membeli alat peraga yang baru.
Ketiga,
kemampuan sekolah dalam pengadaan alat peraga masih sangat terbatas. Penjelasan
pada poin pertama dan kedua merupakan alas an mengapa hal ini bias terjadi.
Minimnya pengadaan alat peraga berakibat langsung pada pola KBM di kelas yang
sering kali hanya bersifat transfer pengetahuan saja. Andaikan tersedia sebuah
alat peraga, sering kali siswa hanya diperkenankan mengamati demonstrasi
yang dilakukan guru tanpa mengikutsertakan siswa secara langsung. Hal ini ini
dilakukan dengan alas an alat peraga yang tersedia terbatas, khawatir rusak
atau mahal.
Keempat, alat
peraga hanya bisa digunakan saat KBM di kelas saja. Siswa tidak diperkenankan
menggunakan alat peraga tersebut di luar KBM. Hal ini tentu menjadi
keprihatinan kita bersama karena pada dasarnya siswa sangat tertarik pada
hal-hal unik dan baru.
Tersedianya alat
peraga secara lengkap merupakan impian dari setiap guru. Sebab, selain
memudahkan saat KBM di kelas juga memberikan banyak manfaat bagi siswa. Tapi
apalah daya kalau uang tidak ada. Haruskah kita menyerah? Jawabannya tentu
tidak! Masih banyak jalan untuk sampai ke Roma. Solusinya adalah membuat alat
peraga dari bahan rumahan. Alat ini dapat dibuat oleh guru bahkan siswa.
Beberapa hal
mendasar perlu diperhatikan saat membuat alat peraga dari bahan rumahan.
Pertama, alat peraga harus memiliki desain yang sederhanan. Hal ini bertujuan
untuk memudahkan guru saat proses pembuatan, perbaikan, dan pengoperasian alat
peraga. Selain itu, desain yang tidak rumit akan memudahkan para siswa dalam
meniru dan membuat alat peraga tersebut di luar jam sekolah sehingga para siswa
dapat mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilannya melalui alat peraga
hasil karya mereka sendiri.
Kedua, dibuat
dari bahan dan peralatan yang ada di sekitar lingkungan siswa. Ini bertujuan
untuk memudahkan guru dan siswa saat proses pembuatan. Terkadang siswa merasa
jenuh dan akhirnya putus asa jika bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan
ternyata tidak tersedia di rumahnya. Hal ini akan berakibat langsung pada
motivasi dan antusiasme mereka dalam menyelesaikan pembuatan alat peraganya.
Ketiga, terdiri
atas bahan-bahan bekas dan murah. Artinya, jangan sampai ketika membuat alat
peraga ini para siswa harus mengorbankan perabotan Rumah yang masih dipakai.
Usahakan untuk menggunakan barangsudah tidak terpakai lagi. Andaikan harus
membeli, cari barang-barang yang harganya murah tapi berkualitas.
Keempat,
melibatkan siswa saat proses pembuatan, perbaikan, dan pengoperasian alat
peraga. Sebelum proses pembuatan, para siswa ditugasi untuk mengumpulkan
bahan-bahan dan peralatan yang diperlukan. Kemudian mereka dibimbing dalam
proses pembuatan. Saat mengoperasikan alat peraga, guru tidak hanya menjelaskan
cara kerja alat peraga tersebut, tetapi juga menjelaskan fenomena yang
diperlihatan alat peraga tersebut.
Pada awalnya
membuat alat peraga dari bahan rumahan merupakan hal yang tidak mudah untuk
dilakukan. Selain kesibukan yang dimiliki tiap guru, juga faktor minimnya pengalaman
dalam membuat alat peraga. Namun saat ini telah tersedia berbagai jenis buku
panduan yang berisi cara-cara membuat alat peraga dari barang rumahan. Luar
biasanya terkadang untuk membuat alat peraga hanya diperlukan beberapa menit
saja dengan langkah-langkah yang sederhana dan mudah dipahami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini