Guru di SMP dan
SMA Darul Falah, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Kamis 23 Februari 2012
Salah satu
produk budaya adalah bahasa. Budaya suatu masyarakat dapat dipahami melalui
bahasa. Bahkan, nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat dapat diketahui
melalui bahasa. Dalam masyarakat sunda, terdapat berbagai budaya yang sangat
dekat dengan daya ungkap bahasa. Di antaranya ada wawacan, pantun, peribahasa, dan ungkapan.
Salah satu
ungkapan di masyarakat sunda misalnya, herang
caina, beunang lauknya. Ungkapan itu memanifestasikan masyarakat yang penuh
kekeluargaan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Kandungan budaya dalam
ungkapan tersebut tentu masih dapat dijadikan pedoman pada kondisi sekarang
ini. Kalau saja masyarakat Sunda (Indonesia,
bahkan dunia) memahami ungkapan ini, tidak akan terjadi tindakan anarkistis, misalnya
yang sekarang marak dilakukan antarpelajar dan berandal motor.
Dalam peribahasa
Sunda ada hal yang berkaitan sesuatu yang seharusnya membanggakan. Seperti
peribahasa buruk-buruk papan jati dan
jati kasilih ku junti. Peribahasa itu
menggambarkan keberterimaan terhadap sesuatu yang dimiliki. Peribahasa pertama
menggambarkan, sesuatu yang dimiliki secara individu ataupun sosial merupakan
anugerah yang harus dibela dan disyukuri. Peribahasa kedua, menggambarkan bahwa
apa yang kita miliki jangan sampai terlupakan oleh sesuatu yang lain. Dalam hal
itu termasuk tentang bahasa daerah.
Bahasa daerah
dewasa ini hampir kasili oleh bahasa
lain, terutama oleh bahasa nasional. Padahal, bahasa mempunyai perannya
sendiri, yang sering kali saling melengkapi. Hanya saja para penuturnya
kadang-kadang tidak menempatkan bahasa itu sesuai dengan waktu dan tempatnya.
Pada akhirnya bahasa daerah yang mempunyai kedudukan kedua secara sosial
polirtik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tergeser oleh bahasa nasional
yang mempunyai kedudukan sebagai bahasa pertama.
Untuk itu, perlu
berbagai usaha agar bahasa daerah tidak terancam punah. Mengingat bahasa daerah
merupakan akar dari bahasa nasional, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.
menurut Halim (1976), bahasa-bahasa daerah masih dipakai sebagaialat
perhubungan yanghidup, dibina oleh negara karena bahasa-bahasa itu adalah
bagian dari kebudayaan yang masih hidup.
Globalisasi
memberi pengaruh besar terhadap pergeseran bahasa daerah. Para
pakar bahasa memperhitungkan, jika tidak ada upaya untuk mempertahankan bahasa
daerah, sekitas 90 persen bahasa-bahasa di dunia dalam kondisi sekarat atau
terancam punah dalam kurun waktu 100 tahun. Sadar akan hal itu UNESCO
mencanangkan hak untuk berbahasa daerah (ibu) atau linguistic human right.
Namun, apalah
arti UNESCO apabila tidak ada usaha nyata dari tataran akar rumputnya.
Khususnya penutur daerah itu sendiri. Untuk itu, selagi kita mampu
berkomunikasi melalui bahasa daerah dengan lawan tutur, lebih baik kita
menggunakannya. Tentunya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, karena kita
pun punya dua jenis bahasa lainnya, yaaitu bahsa nasional dan bahasa asing,
semuanya merupakan khazanah dunia yang tetap kita jaga, terlebih bahasa daerah
kita sebagai bahasa ibu. Di sekolah pun jangan sampai terlupakan untuk
berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ibu. Oleh karena itu, jangan tinggalkan
bahasa ibu.
walaupun kini banyak bahasa2 yang jauh menyimpang dari bahasa yg baik dan benar
BalasHapusv kita harus tetep mencintai bahasa kita sendiri!!!
sipp gan !!!