Guru SDN 2 Gembongan Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Kamis 15 Maret 2012
Menulis
berkaitan dengan tradisi. Tradisi menulis berkorelasi dengan tradisi membaca.
Seorang penulis akan mahir memainkan kata jika ia juga seorang pembaca. Hasil
tulisannya akan dikonsumsi oleh banyak orang jika mereeka juga memiliki
kebiasaan membaca. Oleh karena itu, jangan mimpi akan lahir para penulis dari
masyarakat yang belum memiliki tradisi membaca.
Masyarakat kita
masih lebih suka mendengar dan tak pernah menyentuh tulisan-tulisan bermutu.
Juga cenderung menjadi pendengar pasif, tanpa berani berpendapat secara lisan.
Penyampaian
ajaran secara lisan kini mendominasi. Hasilnya kurang begitu menggembirakan.
Seolah-olah isi yang disampaikan itu hanya numpang lewat. Mateka keteki menurut istilah seorang guru bahasa Jepang asal Cirebon.
Artinya, masuk telinga kanan kemuar telinga kiri.
Dulu, radio
dibutuhkan untuk mendengarkan cerita dalang yang sedang memainkan wayang. Kini,
dongeng telah berubah menjadi sinetron yang disajikan di telvisi. Substansinya
sama. Dongeng, wayang ataupun sinetron, semua membawa para penikmatnya untuk
mendengar. Tidak terkecuali, sejak usia dini hingga usia senja.
Inilah budaya
yang telah lama menjerat masyarakat kita. Para ibu lebih
suka mendongeng ketika menidurkan anaknya daripada membacakan kisah-kisah
menarik dengan mempertontonkan bukunya. Di sekolah, mereka mendengarkan kisah
para pahlawan yang terkenal berani melawan penjajah, alih-alih membaca sendiri
buku-buku sejarah. Pelajaran sejarah menjadi tidak ada bedanya dengan dongeng
dan guru sejarah menjadi story teller
yang memukau pendengarnya. Begitulah budaya itu terbentuk.
Menurut pakar
pendidikan dan komunikasi Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, menulis pada dasarnya
merupakan upaya menuangkan segala informasi, baik dalam bentuk pikiran,
gagasan, perasaan, ataupun pengalaman ke
dalam bahasa tulisan. Menuangkan apa yang telah tersimpan dalam memori memang
dapat dilakukan dengan banyak cara.
Ketika seseorang
sedang memaparkan suatu ceria dalam bentuk bahasa tulis, tentu saja tidak
mensyaratkan kehadiran orang lain pada saat tulisanitu dibuat. Bahkan ada orang
yang sama sekali tidak bisa memulai menulis dalam suasana banyak orang.
Inspirasinya hanya munculdan mengalir jika tidak seorang pun ikut hadir
menemaninya. Imajinasinya berkembang dalam suasana sendiri.
Thomas Tyner
menulis buku Writing Voyage. Buku itu
menarik bukan saja karena isinya yang mengaja pembacanya untuk menulis, tetapi
juga karena pilihan judulnya yang mencerminkan bahwa menulis pada dasarnya
merupakan seni dan keterampilan. Tyner memilih kara voyage untuk menggandeng kata
writing. Voyage berarti pelayaran yang menggunakan perahu mesin atau dengan
bantuan layar untuk menjaring tenaga, tapi pelayaran yang menggunakan tenaga
manusia. Tepatnya, voyage berarti
mendayung.
Menulis adalah pekerjaan
yang membutuhkan ketekunan, tetapi juga menyenangkan. Ia akan membawa pelakunya
untuk mengembara kea lam gagasan yang semakin kaya, sebab menulis berarti juga
menambah pengetahuan baru sekaligus mempertajam pengetahuan yang sebelumnya
telah tersedia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini