Guru SMAN 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 21 April 2012
Modernisasi dan
globalisasi dengan didukung kemajuan iptek merupakan bingkisankehidupan yang
memberi kenikmatan, kemudahan dan padat nilai tambah. Namun kesemuanya itu jika
tidak diiringi dengan pendidikan nilai moral akan melahirkan erosi nilai moral
afektual, kultural, dan spiritual. Pada puncaknya, manusia menjadi arogan,
eksistensialis, egois, individualis, sekuler, mendewakan ciptaanya sendiri,
serta lupa dan bersombong diri terhadap Maha Penciptanya.
Kekeliruan yang
terjadi dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah yaitu mengesampingkan
pembelajaran afektif oleh karena ketidakpahaman atau hanya mengejar target
hasil nilai ujian kognitif. Padahal, pembelajaran afektif sangatlah penting
karena menentukan pembentukan jati diri atau yang lebih popular dengan istilah
pembentukan karakter anak.
Pendidikan dan
pengajaran perupakan upaya pemaknaan seluruh potensi diri manusia yang mencakup
potensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam pendidikan di sekolah,
seharusnya ketiga potensi itulah, baik kualitas maupun kuantitasnya
dikembangkan dan ditingkatkan. Jadi bukan hanya salah satu potensi yang
dibelajarkan, ketiga potensi itu merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.
Pentingnya
pembelajaran afektif diutarakan oleh pakar pendidika afektif Jack R. Fraenkel
(1981) yang menyatakan bahwa potensi moralitas manusia itu lebih hebat dari
kekuatan bom nuklir. Sementara piaget (1963) mengatakan bahwa emosi merupakan
sumber energi dari berfungsinya intelektual.
Dalam ungkapan
hadis Rasul pun dikisahkan mengenai akan hancurnya kehidupan bila segumpal
daging yang bernama hati manusia itu rusak.
Dalam peristiwa
sejarah, kita mengetahu betapa dahsyatnya ledakan bom atom di Hiroshima
dan Nagasaki yang efek bahayanya
masih dirasakan sampai saat ini. Belum lagi kejadian yang merugikan rakyat,
yang semuanya itu adalah hasil perbuatan manusia yang tidak bermoral dan tidak
berperikemanusiaan.
Dunia afektif
terdiri atas sejumlah potensi afektual yang mencakup sembilan potensi pokok.
Yakni insting, emosi, perasaa (feeling),
cita-rasa, keinginan (willing),
kecintaan (love), sikap (attidude), sistem nilai (value system) dan sistem keyakinan (belief system). Alangkah bijaknya jika
sembilan potensi pokok dunia afektif ini dapat dibelajarkan guru kepada siswanya
saat penyampaian materi pelajaran yang sedang diajarkan.
Pembelajaran
anak yang diiringi dengan nilai moral atau isi pesan kebermaknaannya bagi
manusia dan kebesaran Allah SWT, tidak menjadi proses dan faktor resonansi
kepada ketakwaan dan kemanusiaan. Dengan demikian tujuan pendidikan yang hakiki
yaitu menciptakan insane yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt dapat
terwujud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini