Guru di Yayasan Pendidikan Salman Al Farisi Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Pikiran Rakyat, Rabu 18 April 2012
Ujian Nasional
(UN) tahun ini benar-benar special. Keterlibatan TNI dan Polri dalam mengawal
soal UN benar-benar menyita perhatian publik. Betapa tidak, TNI dan Polri yang
selama ini identik dengan perannya menjaga keamanan dan keselamatan bangsa
beralih fngsimemasuki wilayah pendidikan. Kesan yang kemudian berkembang adalah
seolah ada masalah genting berkaitan dengan pelaksanaan UN ini. Selain ranking
nilai akademik, ranking kejujuran UN pun kini menjadi target paling penting
yang harus dicapai Dinas Pendidikan Jawa Barat.
Seyogyanya kita
merefleksi kembali hakikat pendidikan. Bahwa pendidikan di level manapun
seharusnya berupaya membangun komitmen untuk saling percaya. Pemerintah yang
seharusnya lebih berkomitmen pada upaya penyempurnaan proses pendidikan mulai
dari sarana, prasarana, serta dukungan sistem lainnya, kini masuk ke wilayah
sekolah. Tekanan psikologis tentu akan berdampak langsung pada anak-anak kita
menghadapi UN kali ini.
Evaluasi
sistematis dan transparan perlu perlu diungkapkan untuk melihat sejauh mana
sebenarnya proses pendidikan kita benar-benar berada pada rel hakikat
pendidikan yang baik dan benar. Tujuan utama lembaga pendidikan bukanlah
menciptakan proses pendidikanyang di dalamnya tidak atau bahkan tanpa
kegagalan, tetapi sekolah yang mampu menciptakan sikap mental peserta didik
yang tidak merasa gagal.
Secara sadar
ataupun tidak sadar, kita sering terjebak pada nilai akhir. Proses sikap mental
belajar ini sering tidak tumbuh di kelas-kelas kita. Anak diukur gagal dan
berhasil bukan karena sikap kerja. Sering keberhasilan dan kegagalan karena
ketidaktercapaian KKM dari bidang studi. Apresisasi terhadap nilai-nilai afeksi
yang digambarkan melalui sikap dan mental kerja sering diabaikan. Kondisi
ironis yang terjadi ketika siswa berprestasi akademis dan sikap kerja baik
sering dihadapkan pada sistem di mana kerja keras mereka tidak diapresiasi
dengan baik dan benar. Bahkan, mereka yang bekerja keras dan sungguh-sungguh
sering tidak bermakna mana kala nilai yang diperoleh sama dengan mereka yang
bekerja tidak sungguh-sungguh. UN membuat sistem nilai yang adil tidak berpihak
pada anak-anak yang mempunyai mental pemenang ini.
UN sebenarnya
bisa menjadi satu loncatan dalam mengukur sejauh mana anak-anak kita siap
memasuki satu gerbang keberhasilan. Kita perlu menanamkan bahwa keberhasilan
sangat ditentuhan oleh diri mereka sendiri. Namun, mereka pun harus siap dengan
konsekuensi dari sebuah perjuangan. Kegagalam sebagai sebuah keberhasilan
tertunda harus ada dalam mental dan sikap mereka sebagai pemenang. Di sisi
lain, ikhtiar dan upaya guru seyogiayanya jangan dicampuri oleh perilaku yang
justru akan melemahkan mental mereka secara tidak langsung.
Selamat UN,
skema UN dua tahun ini yang mengakomodasi nilai ujian sekolah sebagai nilai
akhir hendaknya sisikapi dengan jujur oleh para guru dan stakeholder sekolah dan Disdik. Nilai UN bukan hanya citra sekolah,
tetapi UN sebaiknya ajang sekolah menunjukkan keberaniannya untuk menghasilkan output berkualitas dari sisi akademik
dan mental peserta didik dalam memasuki gerbang pendidikan lebih lanjut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini