Pendidik di Madani school, Bogor
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Rabu 11 April 2012
Mendekati
pelaksanaan Ujian Nasional, tidak sedikit orangtua yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus menghadapi dilemma. Haruskah anaknya yang sekarang belajar
di sekolah regular dan duduk di kelas VI, IX dan XII mengikuti Ujian Nasional
regular dengan tingkat kesulitan yang jauh di atas kemampuan akademis anaknya?
Atau bergabung ujian dengan para siswa Sekolah Luar Biasa?
Siswa
berkebutuhan khusus dalam hal ini adalah siswa yang mengalami keterbatasan atau
ketidakmampuan secara fisik, psikis, atau sosial seperti autisme, down syndrome, kesulitan belajar, dan
sebagainya. Interaksi anak berkebutuhan khusus dengan lingkungan relatif
terbatas atau bahkan tidak mampu.
Kebanyakan
orangtua dan guru akhirnya memaksakan atau terpaksa mengikutsertakan anaknya
mengikuti Ujian Nasional regular karena beragam alasan. Orang tua kadang
berpikir siapa tahu anaknya lulus, perlu selembar ijazah, atau perlu pengakuan
telah melewati suatu jenjang.
Dalam hal ini
sering kali anak jadi korban karena stress mengikuti berbagai bimbingan
belajar, drilling, dan try out. Sekolah kadang-kadang mempunyai
kepndingan untuk dapat meluluskan 100 persen atau semuanya lulus demi nama baik
sekolah, akreditasi, dan sebagainya. Untuk itu kerap timbul kecurangan,
ketidakjujuran, dan manipulasi data terkait pengerjaan soal UN ataupun hasil
kelulusan.
Dengan
berorientasi pada kondisi dan kebutuan siswa berkebutuhan khusus serta untuk
mengantisipasi masalah yang berpotensi timbul seperti di atas, Dinas Pendidikan
Jawa Barat berdasarkan Permendiknas No. 70 Tahun 2009 telah memberikan izin
bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif untuk menguji kemampuan akademik
siswa berkebutuhan khusus dengan alat tes yang telah dimodifikasi berdasarkan
kemampuan mereka. Tes tersebut dilaksanakan bersamaan dengan UASBN/UN siswa
regular, yang disebut juga Ujian Nasional Inklusif atau UN Inklusif.
Dengan adanya
Ujian Nasional Inklusif tersebut diharapkan setiap sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif dapat lebih leluasa dalam mengembangkan seluruh potensi
anak didik untuk menjadi individu yang cerdas, terampil, dan mandiri.
Ujian Nasional
Inklusif merupakan alat tes yang materinya disesuaikan dengan kemampuan yang
dimiliki setiap siswa berkebutuhan khusus, diperlukan alat ukur kemampuanbelajar
yang sesuai dengan keunikan yang mereka miliki.
Sayangnya UN
Inklusif ini baru terdengan gaungnya di Jawa Barat dan belumsecara merata
dilaksanakan oleh provinsilainnya. Ada
baiknya, menurut hemat saya, UN inklusif sebagai alternatif UN bagi siswa
berkebutuhan khusus ini dapat segera diikuti oleh semua provinsi. Kalupun dalam
penyelenggaraannya masih ada kekrangan, ada baiknya segera dibahas kemudian
diputuskan oleh pihak yang berwenang.
Pertanyaan yang
sering timbul dari orang tua juga
dari pendidik adalah masalah legalisasi
dari ijazah UN inklusif. Apakah siswa pemegang ijazah UN Inklusif dapat
diterimaapabila siswa tersebut pindah ke sekolah inklusif dapat diterima
apabila siswa tersebut pindah ke sekolah inklusif di luar Provinsi Jawa Barat?
Jawabannya yang pasti seharusnya dapat diberikan apabila UN Inklusif ini sudah
dapat dipahami dan diterima oleh sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif di
mana pun berada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini