Wartawan Senior HU Pikiran Rakyat
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Opini
Koran Pikiran Rakyat
Ada
kekeliruan pola pikir di sebagian masyarakat mampu. Mereka memburu sekolah
negeri yang notabene meraih subsidi dana dari pemerintah, sedangkan sekolah
swasta seolah-olah “diberikan” kepada yang kurang mampu. Alhasil, ketidakterjangkauanlah
yang muncul di kalangan kurang mampu.
Berdasarkan data
Bagian Perencanaan dan Penganggaran Dasar Kemendikbud, jumlah siswa miskin
mencapai 50 juta. Jumlah tersebut terdiri atas 27,7 juta siswa SD, 10 juta
siswa SMP, dan 7 juta siswa SMA. Dari jumlah itu, sedikitnya ada 2,7 juta siswa
SD dan 2 juta siswa SMP yang terancam putus sekolah.
Selain itu,
kalangan kurang mampu sulit menjangkau lokasi pendidikan karena sarana
transportasinya_jalan dan jembatan penghubungnya_rusak. Kendaraan angkutan umum
pun sangat pun sangat terbatas. Banyak anak sekolah diperdesaan harus berjalan
kaki cukup jauh untuk menjangkau lokasi pendidikan. Bahkan, banyak pula
bangunan sekolah dan tenaga pengajar berikut sarana penunjang kegiatan
belajar-mengajar (KBM) yang tak memadai. Realita inibukan hanya di perdesaa,
tetapi juga di pinggiran perkotaan.
Kendala
ketidakterjangkauan mengenyam pendidikan ini sesungguhnya urgen dan signifikan
untuk dicarikan solusi. Pasalnya, berdasarkan laporan statistic World bank 2011
dan The Global Competitiveness Report 2010-2011 terungkap data, lama sekolah
atau mengenyam pendidikan berkorelasi positif terhadap indeks pembangunan
manusiaa (IPM) atau human development
indeks (HDI). Jika kendala ketidakterjangkauan mengennyam pendidikan tidak
segera dicarikan solusi, IPM bangsa Indonesia
akan terus melorot dan negative.
Meskipun begitu,
penggunaan istilah “bantuan” pemerintah perlu dicermati, seperti BOS (Bantuan
Operasional Sekolah), BSM (Bantuan Siswa Miskin) yang konon mencapai Rp 5,9
trilliun, bantuanruang kelas baru, bantuan pembangunan sarana pondokpesantren
dan gedung perguruan tinggi Islam, bantuan khusus murid, bantuan tunjangan para
pendidik, dan sejenisnya. Soalnya, istilah “bantuan” terkesan rakyat berharap
belas kasih pemerintah, padahal itu kewajiban pemerintah sesuai dengan UUD’45.
“Sedekah” sebagai solusi
Tujuan
pendidikan Nasional adlah terwujudnya manusia seutuhnya yang bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa (YNE). Untuk itulah, proses pendidikan diarahkan pada
terkondisikannya manusia selalu dekatdengan-Nya. Nah, konsep “sedekah”_dalam
arti sesungguhnya maupun artikulasi singkatan_tampaknya bisa dijadikansolusi
atas berbagai kendala ketidakterjangkauan yang muncul dalam dunia pendidikan.
Ya, bangsa Indonesia
perlu mengubah pola pikirnya dengan menjadikan “sedekah” atau selalu dekat
kepada Allah” sebagai orientasi utama hidupnya. Jika “sedekah” mendasari
perilakunya, tak perlu lagi ada waskat atau pengawasan melekat.
Perbuatannya
tidak antagonisme atau menjauhkan diri dari Allah, seperti korupsi dana
pendidikan, gois dalam mengenyam pendidikan_misalnya memburu sekolah negeri
padahal dirinya mampu sekolah di swasta_, enggan membantupenyelenggaraan
pendidikan, menyontek, membuat karya tulis plagiat, tak bertanggung jawab dalam
KBM, dan sejenisnya.
Sebaliknya, guru
akan berorientasi sedekah ilmu ketika menyampaikan materi pelajaran kepada
siswa sehingga output-nya keikhlasan
mengajar, nyaman, dan lancarnya KBM, serta dimudahkan siswa menerima materi
pelajaran. Siswa dan orangtua pun ikhlas sedekah waktu dan dan dana tatkala
mengikuti KBM. Karyawan sekolah dan seluruh perangkat pendidikan juga harus
sedekah waktu, sedekah pikiran, dan “sedekah” (selalu dekat kepada Allah)
orientasi kehidupannya. Seandainya itu terwujud, dipastikan cita-cita
mewujudkan manusia Indonesia
seutuhnya yang cerdas dapat menjadikenyataan.
Model konsep
“sedekah” ini pernah penulis jumpai di SMAN 1 Cibinong, yang jarak tempuhnya
ssekitar empat jam dari kota
cianjur. Sekolah yang dipimpin Drs Toto Suharya, Mpd ini, sukses menerapkan
sedekah_rereongan sarumpi_diantara
siswanya sehingga muncullah program Kakak Asuh, budaya Sedekah Ilmu, dan
dinding bangunan sekolahnya pun diwarnai aneka motto keajaiban sedekah. Lokasi
sekolah yang siswa, guru, dan karyawannya berorientasi hidup “sedekah”_selalu
dekat kepada Allah_itu, berhadapan dengan pemakaman umum.
Seandainya
konsep “sedekah” ini kian memasyarakat, tampaknya harapan Mendikbud Moh. Nuh
dan Irjen Kemendikbud, Haryono Umar tentang perlunyamewujudkan dunia pendidikan
yang bersih dari korupsi dapat direalisasikan. Dengan begitu, kita bisa
menyukseskaan program pendidikan antikorupsi serta kebijakan audit terhadap
manajemen dan anggaran di sektor pendidikan.
Tak hanya itu,
kita bisa ubah citra buruk dunia pendidikan sebagaimana yang disampaikan
Indonesia Corruption Watch (ICW) bahwa selama 12 tahun terakhir, terungkap 233
kasus korupsi di dunia pendidikan. Modus penyimpangan anggaran (8 kasus,
kerugian negara Rp 98,3 miliar), mark up (33
kasus, kerugian negara Rp 70,2 miliar), kegiatan fiktif (18 kasus, kerugian
negara Rp 15 miliar) serta pemerasan dan pungli (kerugian negara Rp 500 juta).
Konsep “sedekah” ini sangat prospektif dan menjangkau kesuksesan pendidikan
nasional. Perilaku guru dan anak didik selalu dekat kepada Allah berupa selalu
snyum, sapa, dalam, sopan, santun. Bila sakit atau sehat, senang atau sedih,
itu diyakini pada hakikatnya menjangkau ikhtiar dekat kepada Allah. Eksistensi
guru pun benar-benar digugu dan ditiru karena selalu dekat kepada Allah. Mereka
“sembunyikan egoisnya dekat kepada Allah” atau “sedekah”, yang notabene
bermakna menjangkau keikhlasan dalam KBM.
Ya, termasuk
ikhlas tatkala mengikuti Program sarjana Mendidik (PSM) yang menjangkau anak
didik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal. Juga, ikhlas menjangkau
hak-hak mengenyam pendidikan yang dimiliki anak didik yang memiliki
keterbatasan kemampuan pancaindra. Swasta pun dituntut ikhlas “bersedekah”
melalui program CSR (corporate social responsibility) ke dunia pendidikan.
Sungguh, konsep “sedekah” ini relevan dengan harapan Mendikbud yang
mengharapkan kerja sama berbagai pihak demi tercapainya tujuan pendidikan
Nasional. Mari, gotong royong menjangkau yang tak terjangkau dalam dunia
pendidikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini