Guru SMA Plus Astha Hannas Binong Kabupaten Subang
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Rabu 28 Maret 2012
Membaca kisah
tentang Pak Berry
dalam kolom Pikiran Rakyat ditulis
Zaky Yamani mengingatkankembali betap suramnya potret masa depan guru honorer.
Masa tua tinggal di rumah kontrakan dalam kondisi sakit-sakitan tanpa jaminan
biaya pengobatan, bukanlha bayangan yang diharpkan oleh semua orang.
Pengalaman yang
hamper sama mungkin telah dan sedang dihadapi oleh banyak orang dengan status
sebagai guru honorer, baik di sekolah negeri ataupun swasta. Tidak hanya
sekarang, tetapi sudah berlangsung sejak lama. Itulah kondisi nyata yang
dihadapi seorang guru honorer, tanpa penghasilan sampingan yang bisa menjamin
kesejahteraan dan masa depan keluarganya. Jadi, apabila seorang guru honorer
yang masih bertahandalam keadaan demikian, bisa dipastikan mereka adalah guru
yang memiliki tanggung jawab dan dedikasi yang besar terhadap dunia pendidikan.
Pertanyaannya, apakah kondisi demikian harus diterima apa adanya? Dalam pasal
14 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
dinyatakan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru berhak memperoleh
penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial.
Dalam bagian penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan penghasilan di atas
kebutuhan hidup minimum aalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan,
kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.”
Kenyataannya
sebagian besar guru memperoleh penghasilan jauh daripada ketentuan UU, bahkan
di bawah UMR yang diterapkan untuk buruh pabrik. Tidak mengherankan kualitas
pendidikan di negeri ini jauh dari memuaskan.
Terlepas dari
rendahnya penghasilan yang diperoleh sebagianbesar guru, kehidupan harus terus
berjalan. Kebutuan akan jaminan kesehatan dan perlindungan hari tua harus tetap
diusahakan. Sebelum program sertifikasi menyentuh seluruh komunitas guru, untuk
menanggulangi masalah biaya kesehatan dan bekal mengadapi masa pensiun di hari
tua perlu kiranya seluruh guru yang belum mendapat perlindungan untuk mengikuti
asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Keikutsertaan dalam program ini harus
menyeluruh dan tidak orang per orang. Hal ini berkaitan dengan besarnya premi
yang harus dibayar. Dengan banyaknya peserta diharapkan premi yang harus
dibayar oleh peserta menjadi relatif kecil.
Tentu saja
program ini harus melibatkan organisasi profesi guru, yayasan dan sekolah,
lembaga asuransi dan juga pemerintah (pusat dan daerah). Yang jelas,
bagaimanaguru dan oraganisasi profesi melakukan kerja sama yangsaling
menguntungkan dengan lembaga asuransi yang terpercaya untuk merancang program
perlindungan kesehatan dan jaminan hari tua. Tentu dengan premi yang sesuai
kondisi sebagian besar guru. Program ini harus dibuat secara transparan dan
bisa dipertanggungjawabkan.
Kita jangan
menunggu nasib baik menghampiri, tetapi harus berusaha melakukan terobosan
program yang bisa memberi ketenangan pada masa sekarang dan yang akan dating.
Kondisi memprihatinkan di hari tua arus menjadi sejarah masa lalu, potret guru
ke depan adalah ketenangan dalam pengabdian pada anak bangsa. Amin.
saya guru swasta tepat sekali kondisi saya pak, seperti ceritabahkan diatas... untuk kontrakan saja sulit. Kondisi sakit dalam yang tak kunjung sembuh karena tidak adanya biaya..
BalasHapusoh penderitaan guru swasta
INI KISAH NYATA SAYA JADI PNS.Terimakasih kepada Bpk. Drs DEDE JUNAEDY M.Si Di BKN PUSAT, Dan Dialah Yang membantu Kelulusan saya, Alhamdulillah SK Saya Tahun ini Bisa keluar. Teman Teman2 yg ingin seperti Saya silahkan Anda Hubungi Direktorat Pengadaan PNS, Drs DEDE JUNAEDY .No Tlp; 085210045757.
BalasHapus