Rektor Unjani Bandung
Rektor Universitas Terbuka 1996-2001
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Opini
Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 14 April 2012
Belajar
merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia sepanjang hayat. Seseorang berlajar
untuk memahami sifat alam dan semua penghuninya, agar dapat dimanfaatkan untuk
orang banyak. Namun, keterbatasan manusia tidak memungkinkan seseorang untuk
mengetahui sesuatu hingga sebenar-benarnya. Kondisi yang paling mungkin
adalah mengetahi hinggahampir benar.
Menurut orang pandai zaman dulu, hakikat belajar adalah “makin belajar,
seseorang makin tahu bahwa dia belum tahu. Tetapi, kalau tidak belajar, seseorang
tidak tahu kalau dirinya belum tahu”.
Banyak orang
belum menyadari hakikat belajar itu, karena orang biasanya tidak cermat dalam
usaha mengetahui sesuatu. Banyak orang mengira, dengan belajar dia bisa
mengetahui sesuatu. Banyak orang mengira, dengan belajar dia bisa mengetahui
sesuatu dengan benar, padahal yang diketahui itu hanya hamper benar. Ambil
contoh sederhana. Seseorang ingin mengetahui tebal daun meja dihadapannya.
Dengan alat ukur mana pun, pengukuran sepuluh kali akan menghasilkan sepuluh
nilai berbeda.
Apalagi kalau
tebal meja itu diukur pada beberapa posisi yang berbeda. Makin cermat alat
ukurnya, makin terlihat perbedaannya. Orang hanya dapat memperoleh nilai
rata-ratanya. Dari contoh yang diberikan, terlihat bahwa untuk memahami tebal
meka kita memerlukan definisi tebal meja, kecermatan (resolusi) yang
diinginkan, dan alat ukur yang sesuai. Di samping itu, segera dia tahu bahwa
tidak ada seorang pun mampu membuat daun
meja dengan tebal seragam. Sesungguhnya, tebal meja seragam pun diperlukan.
Kerataan meja yang diperlukan biasanya juga tak perlu sampai skala mirometer.
Meja rata berkecermatan sangat tinggi hanya diperlukan untuk meja rata pada
kalibrasi alat ukur dimensi di laboratorium metrologi.
Contoh lain,
berapa jarak Bandung-Surabaya? Jawabannya bisa bermacam-macam tergantung
pendekatan. Kalau dipelajari lebih lanjut, berdasarkan matematika, jarak antar
dua titik adlah panjang garis lurus yang menghubungkan kedua titik itu. Kalau
hal itu diterapkan pada pertanyaan jarak Bandung-Surabaya, manakah titik Surabaya?
Tak akan ada jawabnya!
Belum lagi, mana
garislurus yang menghubungkannya. Karena bumi itu bulat, garis penghubung titik
Bandung dan titik Surabaya,
kalau pun kedua titik itu didefinisikan akan menembus bumi dan malahan panjangnya
tidak bisa diukur. Untuk kegunaan praktis, orang mendefinisikan jarak
Bandung-Surabaya sebagai panjang garis dari suatu titik tertentu di Bandung
melalui jalur jalan tertentu di Surabaya.
Itu pun dengan kecermatan sangat rendah.
Kedua contoh
sederhana itu menjelaskan hakikat belajar, yaitu bahwa dengan mempelajari
sesuatu, dapat diperoleh jawaban kira-kira sesuatu yang kita ketahui
disesuaikan dengan kebutuhan dan bersamaan dengan itu diperoleh pertanyaan
baru. Sebaliknya, kalau kita tidak pelajari hal itu dengan sungguh-sungguh,
kita tidak tahu bahwa kita sebetulnya tidak tahu.
Dalam belajar
orang menggunakan pikiran. Berpikir itu secara bersama-sama mengerjakantiga
fungsi secara komprehensif, yaitu penalaran yang berurusan dengan fungsi
kogntif, perasaan yang berurusan dengan fungsi emosi, dan kehendak yang
berurusan denganfungsi konatif. Kehendak berperan besar dalam proses dan hasil
piker.
Dengan demikian,
mudah dipahami bahwa kehendak (motivasi) berperan sangat penting dalamproses
belajar. Terdapat dua macam kelompok motivasi, yaitu motivasi instrinktif (dari
dalam diri)dan ekstrinktif (dari luar diri). Motivasi instrinktif berperan
utama dalamproses belajar. Di sekolah, motivasi ekstrinktif berasal dari gur,
orang terdekat dan lingkungan terdekat. Oleh karena itu, belum terlalu lama
ini, istilah pengajaran diubah menjadi pembelajaran. Dalam pembelajaran, tugas
utama guru menimbulkan motivasi instrinktif peserta didik supaya mau belajarr.
Kalau motivasi instrinktif peserta didik terhadap materi ajar sudah terbentuk,
guru tinggal memberi tahu apa yang harus dipelajari. Peserta disik akan mudah
belajar sendiri dan hasilnya akan memuaskan. Intinya, tugas utama guru adalah
membuat peserta didiknya mau belajar!
Belajar juga merupaka strategi untuk berkembang dan
perbaikan berkelanjutan. Hal itu juga merupakan dasar untuk pameo “hari ini lebih baik dari kemarin, esk
lebih baik dari hari ini”. Dengan belajar, kita tahu bahwa kita belum tahu. Itu
menjadikan kita waspada. Kalau tidak belajar, kita tidak tahu kalau tidak tahu,
sunggu kasihan. Marilah kita belajar samapai menjelang masuk liang lahat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini