Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di Rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, 8 Juni 2009
Setiap siswa
memiliki potensi dan kompetensi yang unik. Kondisi ini tidak terlepas dari
begitu beragamnya factor lingkungan yang berinteraksi dengan siswa. Keberagaman
factor lingkungan sekitar siswa berhubungan erat dengan tidak homogennya latar
belakang budaya, adatistiadat, norma dan nilai-nilai yang berlaku. Begitu pun
dengan semakin kuatnya arus globalisasi bidang informasi dan telekomunikasi,
juga memperluas jangkauan interaksi para siswa.
Bagi guru,
keunikan karakter yang dimiliki siswa bias menjadi factor penghambat saat
kegiatan belajar-mengajar (KBM). Sebab, setiap siswa memerlukan perhatian dan
penanganan yang berbeda. Halini memberikan tantangan tersendiri bagi guru yang
menginginkan siswanya tetap unggul dalam setiap keunikan karakter.
Bila menyimak
sejarah kehidupan seorang ilmuwan paling genius abad ke-20, Albert Einstein,
kita akan menemukanfakta menarik bahwa ketika masih kecil, ia diketahui
memiliki keterlambatan perkembangan secara emosional. Dia dikenal sebagai anak
pendiam, pemalu, dan malas belajar. Walaupun memiliki hasil belajar yang buruk
di sebagian besar mata pelajaran sekolahnya, tetapi ia memiliki kemampuan yang
luar biasa dalam pelajaran matematika.
Ketika
ituguru-gurunya menyadari potensi cemerlang Einstein. Mereka menodorongnya
untuk lebih mendalami kemampuan matematikanya dan tidak memaksakan diri untuk
memiliki pencapaian yang sama untuk mata pelajaran lainnya. Akhirnya, dengan
bermodalkan kemampuan matematika yangspektakuler, para guru Einstein memperjuangkan
mati-matian supaya Einstein dapat melanjutkan pendidikannya ke perguruan
tinggi. Bila saat itu Einstein dipaksa untuk memiliki kompetensi dasar yang
merata untuk seluruh mata pelajaran sekolahnya maka adakemungkinan ia tidak
akan pernah menjadi ilmuwan seperti sekarang ini.
Sepenggal kisah
Einstein di atas memberikan beberapa pelajaran yang sangat penting bagi kita
(guru). Pertama, setiap siswa memiliki karakter yangunik dalam al potensi dan
kemampuan belajarnya di sekolah. Sebab, setiap karakter yang terdapat pada
seseorang merupakan “sidik jari psikologis” yang menjadi cirri khas dan pembeda
dengan manusia lainnya. Tugas kita adalah menemukan keungulan yang dimiliki
para siswa, kemudian megngembangkannya supaya menjadi karakter yang dominan.
Kedua, guru
berperan sebagai motivator bagi para siswanya. Sebagai motivator, guru dituntut
mampu menangkap persoalan-persoalan belajar yang dihadapi siswa. Dengan
mengetahui dan memahami letak permasalahan yang dihadapi siswa, diharapkan guru
dapat memberikan solusi dan motivasi yang tepat bagi mereka. Dalam sejarah
kehidupan Einstein, gurunya telah berhasil mengidentifikasikan kesulitan
belajar Einstein. Namun, guru-gurunya tidak terburu-buru mengecap Einstein
sebagai guru yang bodoh dan terbelakang. Mereka menjadikan matematika sebagai
solusi bagi permasalahan belajar Einstein.
Ketiga, guru
sebagai fasilitator. Seorang guru dituntut mampu menjembatani siswa dengan
cita-citanya. Atinya, guru dan sekolah dituntut proaktif dalam mengantarkan
siswa ke jenjang pendidikan selanjutnya sesuai dengan potensi dan
kompetensinya.
Setiap siswa
diciptakan Allah SWT dengan segenap keunikankarakter. Tugas setiap guru adalah
menemukan letak kesempurnaan karakter siswanya, kemudian mengembangkan dan
mengarahkannya supaya bias menjadi solusi bagi kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini