Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Jumat 23 Oktober 2009
Suatu hari,
seorang siswa terlambat datang ke sekolah. Untuk menjaga ketertiban dan
penegakan aturan sekolah, siswa tersebut dihukum. Untuk memberikan efek jera,
siwa diperingatkan bahwa hukuman akan lebih berat lagi bila siswa tersebut
mengulangi perbuatannya.
Bila kita
renungkan, seberapa efektifkah upaya guru dalam mendisiplinkan siswa tersebut
melalui hukuman? Kemudian, sampai kapan hukuman tersebut akan efektif?
Ilustrasi di atas merupakan upaya penegakan disiplin melalui paksaan hukuman
yang diterapkan bersifat memaksa dan cenderung kaku. Menurut psikolog Latif.
S,”Disiplin itu merupakan suatu upaya pengendalian diri secara paksaan,
dikaitkan dengan hukuman dan paksaan.”
Berdasarkan
oengalaman, menegakkandisiplin melalui hukuman in terbukti efektif.
Karena, siswa cenderung cepat
beradaptasi dalam menaati rambu-rambu dan norma-norma yang berlaku di sekolah.
Hal ini akan memudahkan guru dalam menjalankan peran dan fungsinya di sekolah.
Namun ada beberapa hal yang perlu diwaspadai jika hanya mengandalkan penegakan
disiplin model ini.
Pertama, siswa
mengidentikkan disiplin dengan upayamenghindar dari hukuman. Contoh, bagi
siswa, membuang sampah sembarangan di lingkungan sekolah merupakan perilaku
tidak disiplin. Ini artinya, hukuman bagi setiap pelanggar aturan.oleh sebab
itu, sebisa mungkin para siswa akan menaati aturan karena takut dihkum. Tapi
kemudian muncul pertanyaan, apakah penerapan penegakan disiplin model ini
efektif juga ketika siswa di luar lingkungan sekolah, di mana pengawasan dan
kepedulian masyarakat akan kebersihan masih relatif rendah?
Kedua, penerapan
disiplin dengan paksaan tidak mampu mengubah perilaku dan karakter yang
dimiliki siswa. Dalam media pemberitaan, kita sering menyaksikan berbagai kasus
kenakalan remaja. Bila ditelusuri, ternyata siswa-siswa tersebut termasuk siswa
yang taat dalam menegakan aturan yang berlaku di sekolah. Tetapi ketika mereka
keluar dari lingkungan sekoalh, kasus kenakalan remaja selalu terjadi.
Ketiga, tidak
memiliki inisiatif dalam berdisiplin. Siswa merasa perilaku disiplin adalah
dorongan dari luar, bukan dari dalam dirinya. Mereka mengidentikkan disiplin
sebagai upaya yang harus selalu diawasi dan pelanggarnya akan memperoleh
konsekuensi atau hukuman.
Keempat, bagi
siswa perilaku disiplin merupakan beban, hal ini disebabkan perilaku disiplin
yangterbentuk pada diri siswa tidak disertai pemahaman akan manfaat dan
keuntungan dari perilaku disiplinnya sehingga perilaku disiplin bukanlah
panggilan dari dalam hati mereka, tetapi sebuah paksaan yang membebani pikiran
dan perasaan mereka.
Menerapkan
disiplin melalui paksaan hanya efektif dilakukan pada lingkungan yang selalu
diawasi dan dalam ruang lingkup yang sempit. Siswa yang terbiasa disiplin di
sekolah belum tentu sanggup menerapkannya di luar sekolah. Oleh sebab itu,
diperlukan suatu upaya untuk menumbuhkan sifat disiplin siswa berdasarkan
kesadarannya. Maksud kesadaran ini adalah para siswa memiliki pengetahuan dan
pemahaman tentang manfaat-manfaat yang dapat diperoleh bila menerapkan dan
mengimplementasikannya di sekolah dan di lingkungan sekitar mereka. Siswa pun
memahami kerugian yang bisa ditimbulkan bila tidak menerapkannya.
Ada
beberapa upaya yang dapat dilakukan guru untuk menerapkan disiplin tanpa
hukuman. Pertama, berilah para siswa contoh perilaku disiplin melalui pola
sikap para guru di sekolah. Seperti kata pepatah, “pengalaman adalah guru yang
paling bijak.” Dan bagi siswa, pembelajaran disiplin melalui contoh langsung
dari para guru lebih memotivasi mereka untuk meniru perilaku yang sama.
Kedua, berikan
pemahaman tentang keuntungan dan kerugian dari penerapan disiplin di sekolah
dan di luar sekolah. Penjelasan yang diberikan dapat didekati dari berbagai
sudut pandang ilmu. Contoh, ajak siswa untuk berperilaku bersih dengan cara
membuang sampah pada tempatnya karena perilaku tersebut merupakan cerminan dari
seorang yang berpendidikan. Dalam perspektif agama, kebersihan adalah sebagian
dari iman. Dan guru pun dapat menjelaskan manfaat dari perilaku disiplin dalam
membuang sampah ini dalam berbagai sudut pandang ilmu pengetahuan.
Ketiga, berikan
kesempatan kepada para siswa dalam mengapresiasikan perilaku disiplinnya.
Jangan biarkan mereka sendirian tanpa diberi wadah untuk mengapresiasikan
perilaku disiplinnya. Misal, guru mengadakan jadwal piket piket untuk
kebersihan kelas.
Keempat,
sediakan sarana dan prasarana yang memadai. Ada
kalanya siswa tidak berperilaku disiplin karena pihak sekolah tidak menyediakan
fasilitas yang memadai. Misal, siswa dimotivasi untuk membuang sampah pada
tempatnya. Tetapi karena tidak tersedia tempat sampah yang memadai, akhirnya
siswa membuang sampah bukan pada tempatnya.
Kelima, berikan penghargaan kepada siswa yang
menegakkan perilaku disiplin. Penghargaan ini penting diberikan untuk
meningkatkan motivasi mereka dalam berdisiplin. Selain itu, penghargaan ini
sebagai bukti perhatian guru dan sekolah kepada para siswa yang telah berusaha
berperilaku disiplin.
Saya pikir artikel ini sangat normatif dan terlalu teoritis, dan sangat abstrak jika dikaitkan dengan praktek nya yg sangat kompleks. :)
BalasHapus