Guru di MI At-Taufiq, Kota Bandung
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Suluh
Koran Tribun Jabar, Selasa 13 Oktober 2009
Seorang siswa
mengeluh karena merasa kesulitan saat mengikuti pembelajaran di kelas. Hal ini
terjadi karena ia tidak memiliki sumber pembelajarannya, yaitu buku.kemudia
guru menjelaskan manfaat yang bias diperoleh dari sebuah buku.
Siswa yang
kritis ini bertanya,”Bila sebuah buku bisa memberikan begitu banyak manfaat,
mengapa kami harus belajar di sekolah?” Pertanyaan polos ini disikapi oleh
gurunya dengan senyuman dan dengan sabar ia menjelaskan bahwa belajar di
sekolah memiliki banyak manfaat yang tidak bisa diperoleh hanya dengan membaca
buku. Memperoleh penjelasan seperti ini, siswa tersebut merasa bingung,
kemudian bertanya lagi, “bukankah penjelasan yang selama ini diberikan guru
tidak berbeda dengan yang tertulis di buku dalam hal urutan materi, cara
menyampaikan, contoh soal, hingga latihan soal. ”Mendapat pertanyaan polos dari
siswa kritis ini, sang guru hanya bisa terdiam dan menyadari bahwa selama ini
ia telah berperan sebagai penyaji buku di hadapan para siswanya.
Keluhan siswa
dalam ilustrasi di atas sangatlah wajar ketika kegiatan belajar mengajar (KBM)
hanya membahas seputar topik pada sumber pembelajaran pegangan siswa. Sebagai
konsekuensinya, siswa yang memilikinya akan mengalami kesulitan belajar. Selain
itu, akan muncul beberapa permasalahan lainnya bila buku pegangan siswa dijadikan
pusat kajian dalampembelajaran.
Pertama, topik
pembelajaran kurang menyentuh kontekstual sekitar siswa. Kita ketahui bersama
bahwa faktor lingkungan yang berinteraksi dengan siswa begitu beragam. Setiap
siswa hidup dalam keluarga yang memiliki latar belakang pendidikan dan status sosial
yang tidak sama sehingga setiap siswa akan memiliki keheterogenan dalam hal
pengalamannya saat berinteraksi dengan konteks kesehariannya. Hal seperti ini
biasanya tidak terekam secara eksplisit dalam sumber pembelajarannya karena
konteks permasalahan atau contoh kasus yang dicantumkannya merupakan hal yang
telah umum dan sering terjadi. Bagi siswa yang memiliki pengalaman yang
sifatnya unikatau berbeda dari biasanya, maka sumber pembelajaran yang
dimilikinya tidak bias dijadikan solusi bagi kehidupan sehari-harinya.
Kedua, tidak
semua siswa memiliki pengetahuan awal yang sama. Setiap siswa memiliki potensi
dan kemampuan yang tidak sama. Halini menuntut seorang guru untuk mampu
mengidentifikasikan, menjabarkan dan memberikan solusi bagi setiap permasalahan
yang terjadi pada siswa. Bila pembelajaran di kelas mengikuti pendekatan
berdasarkan sumber pembelajaran yang dimiliki siswa, dikhawatirkan akan
menurunkan kemampuan mereka dalam memahami materi yang sedang dipelajari.
Ketiga, sudut
pandang siswa menjadi sempit. Idealnya, setiap topik pembelajaran yang
diberikan kepada siswa seharusnya dapat diimplementasikan dalam kehidupan
sehari-hari mereka. Halini memerlukandaya improvisasi yang dinamis dari seorang
guru. Karena akan mengalihakan fokusdari pembelajaran berbasis buku ke
pembelajaran berbasis konsteks.
Keempat, ada
kemungkinan alat peraga yang diilustrasikan dalam buku tidak dimiliki oleh
sekolah. Ini adalah permasalahan klasik yang biasa terjadi. Permasalahn ini
dapat dipecahkan dengan cara membuat alat peraga sederhana dari bahan rumahan.
Dan biasanya hal seperti ini tidak dimiliki oleh buku pegangan siswa.
Penting untuk
diperhatikan bahwa jadikanlah buku pegangan siswa sebagai sumber ilmu
pengetahuan bagi para siswa, tetapi jangan dijadikan sumber pembelajaran bagi
guru saat KBM di kelas. Artinya, pembelajaran di kelas harus bermuara dari
guru. Di mana dialah sebagai perencana, yang menjabarkan dan mengimplementasikannya
saat pembelajaran di kelas. Untuk menghindari pembelajaran hanya berkisar pada
membahas isi buku, ada beberapa tip sederhana yang dapat dilakukan.
Pertama, hindari
membawa buku ketika masuk ke kelas. Rencana Program Pembelajaran (RPP) yang telah
disusun harus dijalankan dengan konsisten. Bila ini dilakukan, maka penjelasan
yang diperoleh siswa saat KBM akan jauh berbeda dengan urutan, metode
penyampaian, dan strategi yang terdapat di buku mereka.
Kedua, buatlah
system evaluasi yang paling sesuai dengan karakteristik para siswa. Contoh, bila
kita ingin mengevaluasi tingkat pemahaman siswa terhadap suatu topik
pembelajaran, maka diperlukan suatu instrumen evaluasi berupa soal. Dan hanya
gurulah yang paling tahu tentang jenis soal, jumlah soal, dan tingkat kesukaran
soal yang paling cocok bagi siswanya. Karena itu, tidaklah bijak bila
mengevaluasi kemampuan siswa seutuhnya diserahkan pada satu buku saja.
Ketiga,
gunakanlah lebih dari sumber pembelajaran. Mengidentifikasi kelebihan dan
kekuarangan dari sebuah buku adalah tugas seorang guru. Dan kekurangan suatu
buku dapat ditutupi oleh kelebihan yang dimiliki oleh buku yang lain. Hal ini
akan memudahkan guru dalam memberikan solusi kepada siswa perihal kelemahan
suatu buku.
Keempat, buku bukan sumber pemahamn siswa di kelas.
Saat siswa di dalam kelas, sumber pemahamannya adalah serangkaian aktivitas
pembelajaran yang mereka lakukan seperti diskusi, demonstrasi, tanya-jawab, dan
percobaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bagaimana komentar anda tentang artikel ini