Rabu, 25 April 2012

Ajari Siswa Menulis Karya Ilmiah

Oleh : Nana Jiwayana
          Pengajar Bahasa Indonesia di Lembaga Neutron Bandung
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Rabu 22 Februari 2012
 

Beberapa waktu yang lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan surat edaran nomor 152/R/T/2012 yang isinya mewajibkan mahasiswa dari semua jenjang untuk membuat karya tulis ilmiah dan karya tersebut harus dipublikasikan di dalam jurnal ilmiah sebagai syarat kelulusan. Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di perguruan tinggi.
Produktivitas mahasiswa dalam membuat karya tulis ilmiah memang sangat meinim. Hal inilah yang menjadi pertimbangan kebijakan ini dibuat. Karya tulis ilmiah ini juga sebenarnya memiliki fungsi lain, yaitu sebagai representasi dari salah satu Tridarma Perguruan Tinggi berupa penelitian. Dengan adanya kebijakan ini, mahasiswa didorong agar aktif dalam melakukan penelitian berdasarkan bidang ilmunya.
Namun, di balik tujuan yang mulia itu masih ada sedikit ganjalan yang berpotensi menggagalkan program ini. Salah satunya, ketersediaan jurnal ilmiah di Indonesia yang masih minim. Program ini juga berpotensi gagal karena kemampuan menulis karya tulis ilmiah mahasiswa yang rendah.
Beberapa pakar pendidikan bahkan menyalahkan sekolah karena tidak mampu memberikan kemampuan menulis bagi siswanya, sehingga ketika telah menjadi mahasiswa merekapun kesulitan membuat karya tulis ilmiah. Hal ini bukan hanya terjadi kepada mahasiswa jurusan nonbahasa, tetapi juga mahasiswa jurusan bahasa.
Meskipun dinilai subjektif, pendapat pakar pendidikan itu ada benarnya. Jika kita jujur, di sekolah guru memang sangat kurang memberikan kemampuan menulis karya tulis ilmiah. Bahkan, kita telah membentuk mereka menjadi calon plagiator di dunia kampusnya kelak. Sebagai seorang pengajar, kita sering kali khilaf dan mengajarkan mereka untuk menyalin. Apakah itu menyalin yang ditulis guru di papan tulis atau menyuruh mereka menyalin dari buku perpustakaan. Sadar atau tidak, dengan kebiasaan itu guru sedang mencetak siswa menjadi plagiator.
Kita jarang sekali memberi siswa kelaluasaan dalam berkreativitas, khususnya dalam menulis. Dalam proses belajar-mengajar punkita malah sering memberi mereka ceramah. Budaya menulis begitu minim kita berikan, sebaliknya budaya lisan (mendengarkan) selalu kita praktikan. Karena kebiasaan ini, siswa menjadi terbiasa sebagai objek yang hanya bisa mengekor, mangut-mangut, dan menjadi manusia yang pasif. Otak dan kemampuannya dalam menulis menjadi tidak terasah.
Melihat kealpaan ini, guru mesti mengubah kebiasaan pengajaran kita yang tidak mengasah kemampuan siswa untuk menulis. Guru harus menjadikan siswa sebagai subjek hidup dan membimbingnya menjadi manusia yang kreatif dan mampu meenuangkan pikiran ilmiahnya ke dalam bentuk tulisan ilmiah.
Jika di sekolah dibiasakan menulis karya ilmiah, tentu ketika di kampus dihadapkan pada kewajiban membuat karya tulis ilmiah sebagai syarat kelulusannya, tidak akan sulit atau dipandang sebagai hambatan kelulusan mereka. Jadi, mulai sekarang mari kita ajari siswa kita menulis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini