Kamis, 12 April 2012

Menghapus Potret Buram Guru Honorer

Oleh : Suhendar
          Guru SMA Plus Astha Hannas Binong Kabupaten Subang
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Rabu 28 Maret 2012
 

Membaca kisah tentang  Pak Berry dalam kolom Pikiran Rakyat ditulis Zaky Yamani mengingatkankembali betap suramnya potret masa depan guru honorer. Masa tua tinggal di rumah kontrakan dalam kondisi sakit-sakitan tanpa jaminan biaya pengobatan, bukanlha bayangan yang diharpkan oleh semua orang.
Pengalaman yang hamper sama mungkin telah dan sedang dihadapi oleh banyak orang dengan status sebagai guru honorer, baik di sekolah negeri ataupun swasta. Tidak hanya sekarang, tetapi sudah berlangsung sejak lama. Itulah kondisi nyata yang dihadapi seorang guru honorer, tanpa penghasilan sampingan yang bisa menjamin kesejahteraan dan masa depan keluarganya. Jadi, apabila seorang guru honorer yang masih bertahandalam keadaan demikian, bisa dipastikan mereka adalah guru yang memiliki tanggung jawab dan dedikasi yang besar terhadap dunia pendidikan. Pertanyaannya, apakah kondisi demikian harus diterima apa adanya? Dalam pasal 14 Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dinyatakan, dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Dalam bagian penjelasan disebutkan, yang dimaksud dengan penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum aalah pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup guru dan keluarganya secara wajar, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan jaminan hari tua.”
Kenyataannya sebagian besar guru memperoleh penghasilan jauh daripada ketentuan UU, bahkan di bawah UMR yang diterapkan untuk buruh pabrik. Tidak mengherankan kualitas pendidikan di negeri ini jauh dari memuaskan.
Terlepas dari rendahnya penghasilan yang diperoleh sebagianbesar guru, kehidupan harus terus berjalan. Kebutuan akan jaminan kesehatan dan perlindungan hari tua harus tetap diusahakan. Sebelum program sertifikasi menyentuh seluruh komunitas guru, untuk menanggulangi masalah biaya kesehatan dan bekal mengadapi masa pensiun di hari tua perlu kiranya seluruh guru yang belum mendapat perlindungan untuk mengikuti asuransi kesehatan dan jaminan hari tua. Keikutsertaan dalam program ini harus menyeluruh dan tidak orang per orang. Hal ini berkaitan dengan besarnya premi yang harus dibayar. Dengan banyaknya peserta diharapkan premi yang harus dibayar oleh peserta menjadi relatif kecil.
Tentu saja program ini harus melibatkan organisasi profesi guru, yayasan dan sekolah, lembaga asuransi dan juga pemerintah (pusat dan daerah). Yang jelas, bagaimanaguru dan oraganisasi profesi melakukan kerja sama yangsaling menguntungkan dengan lembaga asuransi yang terpercaya untuk merancang program perlindungan kesehatan dan jaminan hari tua. Tentu dengan premi yang sesuai kondisi sebagian besar guru. Program ini harus dibuat secara transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
Kita jangan menunggu nasib baik menghampiri, tetapi harus berusaha melakukan terobosan program yang bisa memberi ketenangan pada masa sekarang dan yang akan dating. Kondisi memprihatinkan di hari tua arus menjadi sejarah masa lalu, potret guru ke depan adalah ketenangan dalam pengabdian pada anak bangsa. Amin.

2 komentar:

  1. saya guru swasta tepat sekali kondisi saya pak, seperti ceritabahkan diatas... untuk kontrakan saja sulit. Kondisi sakit dalam yang tak kunjung sembuh karena tidak adanya biaya..
    oh penderitaan guru swasta

    BalasHapus
  2. INI KISAH NYATA SAYA JADI PNS.Terimakasih kepada Bpk. Drs DEDE JUNAEDY M.Si Di BKN PUSAT, Dan Dialah Yang membantu Kelulusan saya, Alhamdulillah SK Saya Tahun ini Bisa keluar. Teman Teman2 yg ingin seperti Saya silahkan Anda Hubungi Direktorat Pengadaan PNS, Drs DEDE JUNAEDY .No Tlp; 085210045757.

    BalasHapus

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini