Senin, 16 April 2012

Hakikat Belajar

Oleh : Bambang Sutjiatmo
          Rektor Unjani Bandung
          Rektor Universitas Terbuka 1996-2001
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Opini
          Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 14 April 2012



Belajar merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia sepanjang hayat. Seseorang berlajar untuk memahami sifat alam dan semua penghuninya, agar dapat dimanfaatkan untuk orang banyak. Namun, keterbatasan manusia tidak memungkinkan seseorang untuk mengetahui sesuatu hingga sebenar-benarnya. Kondisi yang paling mungkin adalah  mengetahi hinggahampir benar. Menurut orang pandai zaman dulu, hakikat belajar adalah “makin belajar, seseorang makin tahu bahwa dia belum tahu. Tetapi, kalau tidak belajar, seseorang tidak tahu kalau dirinya belum tahu”.
Banyak orang belum menyadari hakikat belajar itu, karena orang biasanya tidak cermat dalam usaha mengetahui sesuatu. Banyak orang mengira, dengan belajar dia bisa mengetahui sesuatu. Banyak orang mengira, dengan belajar dia bisa mengetahui sesuatu dengan benar, padahal yang diketahui itu hanya hamper benar. Ambil contoh sederhana. Seseorang ingin mengetahui tebal daun meja dihadapannya. Dengan alat ukur mana pun, pengukuran sepuluh kali akan menghasilkan sepuluh nilai berbeda.
Apalagi kalau tebal meja itu diukur pada beberapa posisi yang berbeda. Makin cermat alat ukurnya, makin terlihat perbedaannya. Orang hanya dapat memperoleh nilai rata-ratanya. Dari contoh yang diberikan, terlihat bahwa untuk memahami tebal meka kita memerlukan definisi tebal meja, kecermatan (resolusi) yang diinginkan, dan alat ukur yang sesuai. Di samping itu, segera dia tahu bahwa tidak ada seorang  pun mampu membuat daun meja dengan tebal seragam. Sesungguhnya, tebal meja seragam pun diperlukan. Kerataan meja yang diperlukan biasanya juga tak perlu sampai skala mirometer. Meja rata berkecermatan sangat tinggi hanya diperlukan untuk meja rata pada kalibrasi alat ukur dimensi di laboratorium metrologi.
Contoh lain, berapa jarak Bandung-Surabaya? Jawabannya bisa bermacam-macam tergantung pendekatan. Kalau dipelajari lebih lanjut, berdasarkan matematika, jarak antar dua titik adlah panjang garis lurus yang menghubungkan kedua titik itu. Kalau hal itu diterapkan pada pertanyaan jarak Bandung-Surabaya, manakah titik Surabaya? Tak akan ada jawabnya!
Belum lagi, mana garislurus yang menghubungkannya. Karena bumi itu bulat, garis penghubung titik Bandung dan titik Surabaya, kalau pun kedua titik itu didefinisikan akan menembus bumi dan malahan panjangnya tidak bisa diukur. Untuk kegunaan praktis, orang mendefinisikan jarak Bandung-Surabaya sebagai panjang garis dari suatu titik tertentu di Bandung melalui jalur jalan tertentu di Surabaya. Itu pun dengan kecermatan sangat rendah.
Kedua contoh sederhana itu menjelaskan hakikat belajar, yaitu bahwa dengan mempelajari sesuatu, dapat diperoleh jawaban kira-kira sesuatu yang kita ketahui disesuaikan dengan kebutuhan dan bersamaan dengan itu diperoleh pertanyaan baru. Sebaliknya, kalau kita tidak pelajari hal itu dengan sungguh-sungguh, kita tidak tahu bahwa kita sebetulnya tidak tahu.
Dalam belajar orang menggunakan pikiran. Berpikir itu secara bersama-sama mengerjakantiga fungsi secara komprehensif, yaitu penalaran yang berurusan dengan fungsi kogntif, perasaan yang berurusan dengan fungsi emosi, dan kehendak yang berurusan denganfungsi konatif. Kehendak berperan besar dalam proses dan hasil piker.
Dengan demikian, mudah dipahami bahwa kehendak (motivasi) berperan sangat penting dalamproses belajar. Terdapat dua macam kelompok motivasi, yaitu motivasi instrinktif (dari dalam diri)dan ekstrinktif (dari luar diri). Motivasi instrinktif berperan utama dalamproses belajar. Di sekolah, motivasi ekstrinktif berasal dari gur, orang terdekat dan lingkungan terdekat. Oleh karena itu, belum terlalu lama ini, istilah pengajaran diubah menjadi pembelajaran. Dalam pembelajaran, tugas utama guru menimbulkan motivasi instrinktif peserta didik supaya mau belajarr. Kalau motivasi instrinktif peserta didik terhadap materi ajar sudah terbentuk, guru tinggal memberi tahu apa yang harus dipelajari. Peserta disik akan mudah belajar sendiri dan hasilnya akan memuaskan. Intinya, tugas utama guru adalah membuat peserta didiknya mau belajar!
Belajar juga merupaka strategi untuk berkembang dan perbaikan berkelanjutan. Hal itu juga merupakan dasar untuk  pameo “hari ini lebih baik dari kemarin, esk lebih baik dari hari ini”. Dengan belajar, kita tahu bahwa kita belum tahu. Itu menjadikan kita waspada. Kalau tidak belajar, kita tidak tahu kalau tidak tahu, sunggu kasihan. Marilah kita belajar samapai menjelang masuk liang lahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini