Minggu, 15 April 2012

UN, Kelulusan, dan Karbit

Oleh : Salman
          Guru di SMK Negeri 2 Cimahi
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Jumat 13 April 2012
 

Sudah dua tahun Ujian Nasional bukan lagi sebagai penentu satu-satunya lulus atau tidaknya peserta didik dari satuan pendidikan. Kalau tahun-tahun sebelumnya UN menjadi momok bukan saja bagi pesert didik, tetapi juga orang tua, sekolah penyelenggara, Dinas pendidikan kabupaten/ kota sampai provinsi, tidak demikian dengan penyelenggaraan UN pada dua tahun terakhir.
Pada penyelenggaraan UN dua tahun terakhir, kelulusan peserta didik tidak hanya ditentukan juga oleh nilai sekolah. Nilai sekolah tersebut diperoleh dar penggabungan nilai ujian sekolah (US) dan rata-rata rapor peserta didik.
Pelaksanaan UN bisa saja menjunjung tinggi jargon “Prestasi Yes, Jujur Harus”. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional tidak ada kecurangan, baik kunci jawaban melalui SMS atau kecurangan lainnya, misalnya pada saat distribusi soal terjadi “kencing” dulu di jalan sehingga terjadi kebocoran.
Namun, mengenai pengolahan data kelulusan timbul pertanyaan. Pertama, bagaiman dengan pengolahan kelulusan yang merupakan penggabungan antara nilai UN dan nilai sekolah yang kemudian menjadi nilai akhir/ NA (standar kelulusan)? Kedua, bagaimana dengan proses pengolahan nilai sekolah (yang merupakan penggabungan antara nilai US dan rata-rata rapor), apakah kedua-duanya masih memegang jargon tersebut?
Jawaban pertanyaan pertama masih mengkin memegang jargon tersebut dan masih mungkin memegang kejujuran dan kecil kemungkinan ada kecurangan.
Bagaimana dengan jawaban pertanyaan kedua, jawabannya bisa ya bisa tidak, bisa jujur bisa curang. Kenapa?
Sekolah yang melakukan pengolahan dan penyetoran data, ya bisa saja berbuat curang demi kepentingan-kepentingan sekolah apakah demi nama baik, citra sekolah atau kepentingan lainnya.
Nilai sekolah menjadi kurang valid, prestasi (persentase kelulusan) menjadi semu dan bias manakala satuan pendidikan (sekolah) tidak jujur dan curang, terutama dalam pengolahan data dan memberikan nilai sekolah (yakni penggabungan nilai ujian sekolah dan rata-rata nilai rapor) yang pada gilirannya turut menentukan kelulusan.
Artinya, bukan siswanya yang tidak jujur, tetapi karena kepentingan-kepentingan di atas, sekolah penyelenggara kemudian melakukan berbagai kecurangan. Persentase kelulusan peserta UN di suatu sekolah mungkin “Yes” 100 persen lulus atau lulus semuanya, tetapi prestasi tersebut semu karena nilai kelulusan yang didapat adalah hasil “karbitan” melalui manipulasi data.
Tidak berlebihan kiranya kalau kemudian Koordinator Pengawas UN Tingkat SMA/SMK/MA Provinsi Jawa Barat (“PR”, 11 April 2012) mengimbau semua pihak untuk menjunjung kejujuran dalam mencapai kelulusan yang tinggi. Meski Jawa barat menempati peringkat kedua nasional dari tingkat kelulusan, dari segi kejujuran masih di peringkat 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini