Rabu, 25 April 2012

Pentingnya Pembelajaran Afektif

Oleh : Sidiq Wachyono
          Guru SMAN 1 Cisarua Kabupaten Bandung Barat
          Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
          Koran Pikiran Rakyat, Sabtu 21 April 2012

Modernisasi dan globalisasi dengan didukung kemajuan iptek merupakan bingkisankehidupan yang memberi kenikmatan, kemudahan dan padat nilai tambah. Namun kesemuanya itu jika tidak diiringi dengan pendidikan nilai moral akan melahirkan erosi nilai moral afektual, kultural, dan spiritual. Pada puncaknya, manusia menjadi arogan, eksistensialis, egois, individualis, sekuler, mendewakan ciptaanya sendiri, serta lupa dan bersombong diri terhadap Maha Penciptanya.
Kekeliruan yang terjadi dalam pendidikan dan pengajaran di sekolah yaitu mengesampingkan pembelajaran afektif oleh karena ketidakpahaman atau hanya mengejar target hasil nilai ujian kognitif. Padahal, pembelajaran afektif sangatlah penting karena menentukan pembentukan jati diri atau yang lebih popular dengan istilah pembentukan karakter anak.
Pendidikan dan pengajaran perupakan upaya pemaknaan seluruh potensi diri manusia yang mencakup potensi kognitif, afektif dan psikomotor. Dalam pendidikan di sekolah, seharusnya ketiga potensi itulah, baik kualitas maupun kuantitasnya dikembangkan dan ditingkatkan. Jadi bukan hanya salah satu potensi yang dibelajarkan, ketiga potensi itu merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan.
Pentingnya pembelajaran afektif diutarakan oleh pakar pendidika afektif Jack R. Fraenkel (1981) yang menyatakan bahwa potensi moralitas manusia itu lebih hebat dari kekuatan bom nuklir. Sementara piaget (1963) mengatakan bahwa emosi merupakan sumber energi dari berfungsinya intelektual.
Dalam ungkapan hadis Rasul pun dikisahkan mengenai akan hancurnya kehidupan bila segumpal daging yang bernama hati manusia itu rusak.
Dalam peristiwa sejarah, kita mengetahu betapa dahsyatnya ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang efek bahayanya masih dirasakan sampai saat ini. Belum lagi kejadian yang merugikan rakyat, yang semuanya itu adalah hasil perbuatan manusia yang tidak bermoral dan tidak berperikemanusiaan.
Dunia afektif terdiri atas sejumlah potensi afektual yang mencakup sembilan potensi pokok. Yakni insting, emosi, perasaa (feeling), cita-rasa, keinginan (willing), kecintaan (love), sikap (attidude), sistem nilai (value system) dan sistem keyakinan (belief system). Alangkah bijaknya jika sembilan potensi pokok dunia afektif ini dapat dibelajarkan guru kepada siswanya saat penyampaian materi pelajaran yang sedang diajarkan.
Pembelajaran anak yang diiringi dengan nilai moral atau isi pesan kebermaknaannya bagi manusia dan kebesaran Allah SWT, tidak menjadi proses dan faktor resonansi kepada ketakwaan dan kemanusiaan. Dengan demikian tujuan pendidikan yang hakiki yaitu menciptakan insane yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt dapat terwujud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini