Rabu, 25 April 2012

Jangan Tinggalkan Bahasa Ibu

Oleh  :  Naning Yuningsih
Guru di SMP dan SMA Darul Falah, Cihampelas, Kabupaten Bandung Barat
Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
Koran Pikiran Rakyat, Kamis 23 Februari 2012


Salah satu produk budaya adalah bahasa. Budaya suatu masyarakat dapat dipahami melalui bahasa. Bahkan, nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat dapat diketahui melalui bahasa. Dalam masyarakat sunda, terdapat berbagai budaya yang sangat dekat dengan daya ungkap bahasa. Di antaranya ada wawacan, pantun, peribahasa, dan ungkapan.
Salah satu ungkapan di masyarakat sunda misalnya, herang caina, beunang lauknya. Ungkapan itu memanifestasikan masyarakat yang penuh kekeluargaan dalam menyelesaikan berbagai masalah. Kandungan budaya dalam ungkapan tersebut tentu masih dapat dijadikan pedoman pada kondisi sekarang ini. Kalau saja masyarakat Sunda (Indonesia, bahkan dunia) memahami ungkapan ini, tidak akan terjadi tindakan anarkistis, misalnya yang sekarang marak dilakukan antarpelajar dan berandal motor.
Dalam peribahasa Sunda ada hal yang berkaitan sesuatu yang seharusnya membanggakan. Seperti peribahasa buruk-buruk papan jati dan jati kasilih ku junti. Peribahasa itu menggambarkan keberterimaan terhadap sesuatu yang dimiliki. Peribahasa pertama menggambarkan, sesuatu yang dimiliki secara individu ataupun sosial merupakan anugerah yang harus dibela dan disyukuri. Peribahasa kedua, menggambarkan bahwa apa yang kita miliki jangan sampai terlupakan oleh sesuatu yang lain. Dalam hal itu termasuk tentang bahasa daerah.
Bahasa daerah dewasa ini hampir kasili oleh bahasa lain, terutama oleh bahasa nasional. Padahal, bahasa mempunyai perannya sendiri, yang sering kali saling melengkapi. Hanya saja para penuturnya kadang-kadang tidak menempatkan bahasa itu sesuai dengan waktu dan tempatnya. Pada akhirnya bahasa daerah yang mempunyai kedudukan kedua secara sosial polirtik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tergeser oleh bahasa nasional yang mempunyai kedudukan sebagai bahasa pertama.
Untuk itu, perlu berbagai usaha agar bahasa daerah tidak terancam punah. Mengingat bahasa daerah merupakan akar dari bahasa nasional, sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. menurut Halim (1976), bahasa-bahasa daerah masih dipakai sebagaialat perhubungan yanghidup, dibina oleh negara karena bahasa-bahasa itu adalah bagian dari kebudayaan yang masih hidup.
Globalisasi memberi pengaruh besar terhadap pergeseran bahasa daerah. Para pakar bahasa memperhitungkan, jika tidak ada upaya untuk mempertahankan bahasa daerah, sekitas 90 persen bahasa-bahasa di dunia dalam kondisi sekarat atau terancam punah dalam kurun waktu 100 tahun. Sadar akan hal itu UNESCO mencanangkan hak untuk berbahasa daerah (ibu) atau linguistic human right.
Namun, apalah arti UNESCO apabila tidak ada usaha nyata dari tataran akar rumputnya. Khususnya penutur daerah itu sendiri. Untuk itu, selagi kita mampu berkomunikasi melalui bahasa daerah dengan lawan tutur, lebih baik kita menggunakannya. Tentunya menyesuaikan dengan situasi dan kondisi, karena kita pun punya dua jenis bahasa lainnya, yaaitu bahsa nasional dan bahasa asing, semuanya merupakan khazanah dunia yang tetap kita jaga, terlebih bahasa daerah kita sebagai bahasa ibu. Di sekolah pun jangan sampai terlupakan untuk berkomunikasi dengan menggunakan bahasa ibu. Oleh karena itu, jangan tinggalkan bahasa ibu.

1 komentar:

  1. walaupun kini banyak bahasa2 yang jauh menyimpang dari bahasa yg baik dan benar
    v kita harus tetep mencintai bahasa kita sendiri!!!
    sipp gan !!!

    BalasHapus

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini