Rabu, 25 April 2012

Menghidupkan Budaya Menulis

Oleh : Atin Apriyanti
          Guru SDN 2 Gembongan Kecamatan Babakan Kabupaten Cirebon
           Artikel ini pernah dimuat di rubrik Forum Guru
           Koran Pikiran Rakyat, Kamis 15 Maret 2012

Menulis berkaitan dengan tradisi. Tradisi menulis berkorelasi dengan tradisi membaca. Seorang penulis akan mahir memainkan kata jika ia juga seorang pembaca. Hasil tulisannya akan dikonsumsi oleh banyak orang jika mereeka juga memiliki kebiasaan membaca. Oleh karena itu, jangan mimpi akan lahir para penulis dari masyarakat yang belum memiliki tradisi membaca.
Masyarakat kita masih lebih suka mendengar dan tak pernah menyentuh tulisan-tulisan bermutu. Juga cenderung menjadi pendengar pasif, tanpa berani berpendapat secara lisan.
Penyampaian ajaran secara lisan kini mendominasi. Hasilnya kurang begitu menggembirakan. Seolah-olah isi yang disampaikan itu hanya numpang lewat. Mateka keteki menurut istilah seorang guru bahasa Jepang asal Cirebon. Artinya, masuk telinga kanan kemuar telinga kiri.
Dulu, radio dibutuhkan untuk mendengarkan cerita dalang yang sedang memainkan wayang. Kini, dongeng telah berubah menjadi sinetron yang disajikan di telvisi. Substansinya sama. Dongeng, wayang ataupun sinetron, semua membawa para penikmatnya untuk mendengar. Tidak terkecuali, sejak usia dini hingga usia senja.
Inilah budaya yang telah lama menjerat masyarakat kita. Para ibu lebih suka mendongeng ketika menidurkan anaknya daripada membacakan kisah-kisah menarik dengan mempertontonkan bukunya. Di sekolah, mereka mendengarkan kisah para pahlawan yang terkenal berani melawan penjajah, alih-alih membaca sendiri buku-buku sejarah. Pelajaran sejarah menjadi tidak ada bedanya dengan dongeng dan guru sejarah menjadi story teller yang memukau pendengarnya. Begitulah budaya itu terbentuk.
Menurut pakar pendidikan dan komunikasi Prof. Dr. Asep Saeful Muhtadi, menulis pada dasarnya merupakan upaya menuangkan segala informasi, baik dalam bentuk pikiran, gagasan, perasaan,  ataupun pengalaman ke dalam bahasa tulisan. Menuangkan apa yang telah tersimpan dalam memori memang dapat dilakukan dengan banyak cara.
Ketika seseorang sedang memaparkan suatu ceria dalam bentuk bahasa tulis, tentu saja tidak mensyaratkan kehadiran orang lain pada saat tulisanitu dibuat. Bahkan ada orang yang sama sekali tidak bisa memulai menulis dalam suasana banyak orang. Inspirasinya hanya munculdan mengalir jika tidak seorang pun ikut hadir menemaninya. Imajinasinya berkembang dalam suasana sendiri.
Thomas Tyner menulis buku Writing Voyage. Buku itu menarik bukan saja karena isinya yang mengaja pembacanya untuk menulis, tetapi juga karena pilihan judulnya yang mencerminkan bahwa menulis pada dasarnya merupakan seni dan keterampilan. Tyner memilih kara voyage untuk menggandeng kata writing. Voyage berarti pelayaran yang menggunakan perahu mesin atau dengan bantuan layar untuk menjaring tenaga, tapi pelayaran yang menggunakan tenaga manusia. Tepatnya, voyage berarti mendayung.
Menulis adalah pekerjaan yang membutuhkan ketekunan, tetapi juga menyenangkan. Ia akan membawa pelakunya untuk mengembara kea lam gagasan yang semakin kaya, sebab menulis berarti juga menambah pengetahuan baru sekaligus mempertajam pengetahuan yang sebelumnya telah tersedia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bagaimana komentar anda tentang artikel ini